Penyidik POM TNI dan KPK Temukan Dokumen Pencairan Cek hingga Sita CCTV Saat Geledah Kantor Basarnas
JAKARTA - Penyidik POM TNI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan berbagai dokumen saat menggeledah Kantor Badan SAR Nasional (Basarnas). Salah satu temuan mereka adalah bukti pencairan cek.
“Barang bukti yang dibawa dan disita kedua tim penyidik tersebut berupa bukti transaksi pencairan cek, dokumen administrasi keuangan pekerjaan pengadaan pendeteksian korban reruntuhan, dan dokumen surat-surat penting lainnya tentang pengadaan barang dan jasa yang ada di Basarnas tahun 2023,” kata Kapuspen TNI Laksamana Muda (Laksda) Julius Widjojono kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 4 Agustus.
Selain itu, penyidik dari POM TNI dan KPK membawa rekaman CCTV di Basarnas. Seluruh barang bukti dibawa karena diduga terkait kasus yang menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.
Lebih lanjut, Julius mengatakan penggeledahan berlangsung selama tujuh jam dari pukul 10.00 WIB hingga 17.00 WIB. Penyidik Puspom TNI yang diturunkan 22 orang.
Barang bukti yang ditemukan itu kemudian dibawa ke masing-masing kantor penyidik. Mereka kemudian membuat berita acara dari proses itu.
“Penggeledahan yang dilakukan secara bersama-sama oleh penyidik Puspom TNI dan KPK menunjukkan sinergitas kedua lembaga dalam mengungkap kasus suap di Basarnas,” ujar Julius.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, KPK membongkar dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa, 25 Juli lalu. Dari giat penindakan ini KPK mengumumkan lima orang sebagai tersangka.
Kelima tersangka itu adalah Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka penerima suap. Sementara selaku pemberi adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan (MG), Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya dan Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Hanya saja, pengusutan kasus ini sempat berpolemik karena KPK dianggap melangkahi kewenangan TNI. Sebab, Henri dan Afri masih berstatus sebagai anggota aktif.
KPK pun meminta maaf dan menegaskan hanya akan mengusut tiga tersangka dari pihak swasta. Sementara, Henri dan Afri digarap oleh POM TNI dan kini sudah dijebloskan ke dalam tahanan.
Dalam kasus ini, Henri disebut menerima fee yang disebut sebagai dana komando sebesar Rp88,3 miliar dari pihak swasta sejak 2021-2023. Penerimaan ini dilakukan melalui Afri selaku bawahannya.