Waketum Gerindra: Tidak Ada Setitik pun Fakta Hukum Prabowo Pernah Melanggar HAM
JAKARTA - Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan tidak ada satu pun fakta hukum yang membuktikan Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto pernah melanggar hak asasi manusia (HAM).
“Yang jelas tak ada setitik pun fakta hukum bahwa Pak Prabowo pernah melanggar HAM," kata Habiburokhman dalam keterangan tertulis, Senin 31 Juli.
Habiburokhman merespons narasi di media sosial terkait penghilangan paksa dalam kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang menyebut nama Prabowo.
"Terkait fitnah di media sosial soal kasus penghilangan paksa crystal clear, Pak Prabowo tidak bersalah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Habiburokhman menjelaskan, terdapat empat fakta hukum yang menerangkan Prabowo tidak memiliki kaitan dengan kasus pelanggaran HAM.
“Pertama, tidak ada satu alat bukti pun dalam persidangan Tim Mawar yang menyebut keterlibatan Pak Prabowo sebagai orang yang melakukan, bersama-sama melakukan, atau menyuruh melakukan penculikan tersebut,” ucapnya.
Kedua, lanjut dia, surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira kepada Prabowo adalah sebuah saran, bukan keputusan yang mengikat.
“Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor : KEP/03/VIII/1998/DKP hanya merupakan pendapat dan saran dan dengan demikian bukan sebuah putusan yang final dan mengikat,” kata dia disitat Antara.
Ketiga, terkait pemberhentian Prabowo oleh Presiden BJ Habibie dari jabatan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), Habiburokhman menyebut bahwa hal itu dilakukan dengan pemberhentian secara terhormat.
"Keputusan Presiden BJ Habibie yang merupakan panglima tertinggi soal pemberhentian terhadap Pak Prabowo bukanlah Pemberhentian Dengan Tidak Hormat, tetapi Pemberhentian Dengan Hormat yang disertai dengan ucapan terima kasih atas jasa-jasa Pak Prabowo yang telah disumbangkan selama menjalankan tugas terhadap negara dan bangsa selaku prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,” paparnya.
Terakhir, Habiburokhman menyebut sudah lebih dari 16 tahun sejak 2006, Komisi Nasional (Komnas) HAM tidak bisa melengkapi hasil penyelidikan perkara pelanggaran HAM berat penculikan aktivis yang dinyatakan kurang lengkap oleh Kejaksaan Agung.
“Padahal menurut ketentuan Pasal 20 UU Nomor 26 Tahun 2000, waktu Komnas HAM untuk melengkapi hasil penyelidikan hanyalah 30 hari sejak diterimanya hasil penyelidikan oleh Kejaksaan Agung,” kata dia.
Baca juga:
- Langsung PAW Tanpa Klarifikasi Cinta Mega Main Gim Slot di Rapat Paripurna, DPD PDIP DKI: Kami Gerak Cepat
- Siswa Pasaman Barat Bawa Keluarga Keroyok Musuh saat Duel 1 Lawan 1, Korban Babak Belur Lapor Polisi
- Ayah Korban Jeratan Leher di Jaksel Bakal Laporkan Perusahaan Pemilik Kabel Optik Jika Tak Kooperatif
- Waspada El Nino, Pemprov DKI Minta Warganya Tanam Pangan Sendiri
Di samping itu, ia juga merespons pernyataan politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu yang menyatakan agar masyarakat tidak memilih calon presiden (capres) yang memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM.
“Kami sepakat dengan pernyataan tersebut, Adian orang baik dan sangat mengerti hukum. Itu adalah pernyataan normatif saja,” ujar Habiburokhman.
Habiburokhman meyakini bahwa pernyataan itu bukan ditujukan kepada Ketum Gerindra karena Prabowo pernah berpasangan dengan Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2009.
Selain itu, kata Habiburokhman, pernyataan Adian tidak mungkin ditujukan kepada Prabowo karena Partai Gerindra tergabung dalam koalisi partai pendukung pemerintah dan Prabowo diberi kepercayaan sebagai Menteri Pertahanan (Menhan).
“Tidak mungkin juga beliau tendensius kepada Pak Prabowo karena Pak Prabowo kan pernah menjadi cawapres Bu Megawati dan saat ini masih menjabat sebagai Menhan dalam koalisi bersama-sama PDIP,” pungkasnya.