Pengusaha Sawit Siap Berpesta Pora, Sri Mulyani Sebut Harga Bakal Naik

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa kondisi perekonomian global masih diliputi oleh ketidakpastian. Menurut dia, situasi saat ini masih dibayangi oleh inflasi yang tinggi dan belum pulihnya sejumlah besar ekonomi negara dunia.

Disebutkan bahwa salah satu efek rambatan yang terjadi adalah melonjaknya harga komoditas pangan, tidak terkecuali minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Menkeu mendapati bahwa pola harga CPO ke depan berada dalam kurva kenaikan seiring dengan terganggunya rantai pasok dunia akibat perang di Ukraina.

“Harga CPO yang di tahun 2022 pernah menyentuh 1.733 dolar AS per ton kini memang sudah mengalami kontraksi menjadi 864 dolar AS per ton. Tapi kita lihat bulan Juli terjadi tren kenaikan harga karena ada kejadian di Ukraina,” ujarnya melalui secara daring, Senin, 31 Juli.

Menkeu menjelaskan, dua negara yang terlibat perang di Eropa Timur tersebut merupakan produsen besar minyak nabati yang berasal dari biji-bijian. Akibatnya, pasokan minyak nabati ke dunia menjadi terganggu yang membuat harga CPO terapresiasi.

“Ukraina dan Rusia karena perang maka distribusinya menjadi terdisrupsi. Ini yang membuat CPO kita juga kena (dampaknya). Ini juga yang menjelaskan kenapa terjadinya krisis minyak goreng pada awal 2022 (karena permintaan dunia yang tinggi),” tutur dia.

Menkeu menambahkan, indikasi penting lainnya terjadi pada bulan ini yang didorong oleh sikap Rusia atas kesepakatan perniagaan di kawasan.

“Pada bulan Juli ini Rusia mengakhiri perjanjian untuk distribusi di Lauh Hitam yang merupakan lalu lintas dari perdagangan komoditas. Sampai hari ini Rusia tidak memperbaharui perjanjian untuk memperbolehkan (lalu lintas di Laut Hitam). Ini berarti untuk paruh kedua 2023 akan dipengaruhi oleh ketidakpastian dari komoditas, hampir mirip di 2022,” katanya.

“Ditambah lagi nanti ada tantangan juga dari (fenomena alam) El Nino, ini menjadi sesuatu yang harus kita waspadai,” tegas dia.