India dan Australia Adukan Agresi Militer Belanda ke Dewan Keamanan PBB dalam Sejarah Hari Ini, 31 Juli 1947
JAKARTA – Sejarah hari ini, 76 tahun yang lalu, 31 Juli 1947, India dan Australia mengadukan Agresi Militer Belanda ke Dewan Keamanan PBB. Kedua negara menilai aksi Belanda dapat mengganggu perdamaian dan keamanan internasional. Apalagi korban jiwa di antara kedua belah pihak berjatuhan.
Sebelumnya, Belanda tak pernah benar-benar rela melepas Indonesia untuk merdeka. Mereka merasa Indonesia adalah bagian penting dari Negeri Kincir Angin. Kemudian, narasi angkat senjata dilanggengkan untuk merebut Indonesia.
Peristiwa menyerahnya Jepang pada sekutu menghebohkan seisi dunia. Negera-negara yang diduduki Jepang mulai memilih jalannya sendiri. Indonesia, apalagi. Indonesia memilih memerdekakan diri. Pejuang kemerdekaan menganggap merdeka adalah keharusan.
Belanda pun melihatnya dengan berbeda. Kemerdekaan Indonesia justru tak dianggap. Negeri penjajah itu melihat kemerdekaan Indonesia justru fase yang tepat untuk merebut kembali Indonesia. Mereka pun bersiasat. Menyebar teror jadi ajian.
Belanda yang menggunakan bendera Pemerintah Sipil Hindia Belanda (NICA) mulai membonceng sekutu masuk ke Indonesia. Armada dan persenjataan yang dibawa Belanda bukan main besarnya. Mereka datang ke Indonesia dengan satu tujuan: menjajah kembali.
Namun, upaya merebut Indonesia tak pernah mudah bagi Belanda. Segenap rakyat Indonesia tak ingin dijajah kembali. Mereka lebih memilih untuk angkat senjata melawan Belanda. Sekalipun secara persenjataan tak memadai dan nyawa taruhannya.
Nyali rakyat Indonesia membuat Belanda naik pitam. Mereka melanggengkan perang dalam skala besar. Agresi Militer Belanda I pun digulirkan pada 21 Juli 1947. Pasukan Belanda mulai menyerang pejuang kemerdekaan secara brutal di berbagai daerah.
“Secara umum, Belanda merasionalkan keputusan mereka untuk menggunakan kekuatan militer dengan alasan bahwa pemerintah Republik tidak cukup mengawasi unsur-unsur ekstremis yang tersebar dalam wilayah Republik sehingga menghalangi implementasi Perjanjian Linggarjati yang sudah dibuat. Meskipun Republik memang belum mampu mengawasi secara menyeluruh semua daerah organisasi-organisasi bersenjata tidak tetap, pengawasan ditingkatkan. Ketika Belanda melancarkan agresinya, lingkup maupun efektivitas pengawasan Republik atas wilayahnya sendiri jauh lebih besar daripada sebelumnya,” ungkap George McTurnan Kahin dalam buku Nasionalisme & Revolusi Indonesia (2013).
Perlawanan itu membuat seisi Indonesia berduka. Banyak di antara pejuang kemerdekaan gugur dalam Agresi Militer. Nyatanya, kedukaan itu tak melulu milik Indonesia. India dan Austria ikut merasakannya.
Mereka menganggap Agresi Militer Belanda telah kelewat batas. Agresi Militer itu dianggap berpotensi mengganggu perdamaian dan keamanan internasional. Apalagi, korban jiwa terus berjatuhan.
Mereka –India dan Australia-- segera melaporkan tindakan Belanda kepada Dewan Keamanan PBB pada 31 Juli 1947. Semua itu dilanggengkan demi terciptanya perdamaian dan keamanan dunia. Setelahnya, ide gencatan senjata gulirkan.
“Dalam perkembangannya, Belanda akhirnya diundang pula secara resmi guna didengar keterangannya mengenai kebijakan yang dijalankan. Kendati ini berarti ada ketimpangan karena usulan untuk mengundang pula Indonesia belum disetujui, namun perkembangan sidang menunjukkan bahwa angin kemenangan tengah berembus ke Indonesia.”
“India maupun Australia secara bersama menganggap bahwa Agresi Militer Belanda dapat mengganggu perdamaian dan keamanan internasional. Australia mengusulkan penghentian tembak-menembak serta pembentukan sebuah badan arbitrase sehingga tercapai kesepakatan di antara kedua pihak dalam menciptakan perdamaian dan keamanan,” terang Yudi Latif dalam buku Mata Air Keteladanan: Pancasila dalam Perbuatan (2014).
Baca juga:
- Ibu Tien Soeharto Diangkat Jadi Pahlawan Nasional Indonesia dalam Sejarah Hari Ini, 30 Juli 1996
- Belanda Anggap Iwa Kusumasumatri Berbahaya dan Perlu Diasingkan dalam Sejarah Hari Ini, 29 Juli 1929
- Sejarah JakLingko: Siasat Anies Baswedan-Sandiaga Uno Ajak Warga Jakarta Naik Transportasi Umum
- MUI Mengeluarkan Fatwa Membolehkan Hukuman Mati dalam Memori Hari Ini, 28 Juli 2005