Pelarangan Ekspor Beras oleh India Picu Kekhawatiran Inflasi
JAKARTA - India pada Hari Kamis memerintahkan penghentian kategori ekspor beras terbesarnya dalam sebuah langkah yang kira-kira akan mengurangi separuh pengiriman oleh pengekspor biji-bijian terbesar di dunia, memicu kekhawatiran inflasi lebih lanjut di pasar makanan global.
Pemerintah mengatakan akan memberlakukan larangan beras putih non-basmati, setelah harga beras eceran naik 3 persen dalam sebulan setelah terlambat, sementara hujan lebat menyebabkan kerusakan signifikan pada tanaman.
India menyumbang lebih dari 40 persen ekspor beras dunia. Pemotongan pengiriman dapat meningkatkan harga pangan yang telah didorong oleh invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu, serta cuaca yang tidak menentu.
"Untuk memastikan ketersediaan beras putih non-basmati yang memadai di pasar India dan untuk meredakan kenaikan harga di pasar domestik, Pemerintah India telah mengubah kebijakan ekspor," kata Kementerian Pangan dalam sebuah pernyataan yang mengutip kenaikan 11,5 persen dalam harga eceran selama 12 bulan, melansir Reuters 21 Juli.
Kategori yang terkena dampaknya, yaitu beras putih non-basmati dan beras pecah kulit, menyumbang sekitar 10 juta ton dari total 22 juta ton ekspor beras India tahun lalu.
Pemerintah mengklarifikasi pada hari Kamis malam, beras setengah matang, yang mewakili 7,4 juta ton ekspor pada tahun 2022, tidak termasuk dalam larangan tersebut.
Langkah ini menunjukkan sensitivitas Pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi, terhadap inflasi pangan menjelang pemilihan umum yang akan diadakan tahun depan.
Sebelumnya, pemerintahannya telah memperpanjang larangan ekspor gandum setelah membatasi pengiriman beras pada September 2022. India juga membatasi ekspor gula tahun ini karena hasil panen tebu turun.
"India akan mengganggu pasar beras global dengan kecepatan yang jauh lebih besar daripada yang dilakukan Ukraina di pasar gandum dengan invasi Rusia," terang Presiden Asosiasi Eksportir Beras B.V. Krishna Rao mengatakan kepada Reuters.
Beras adalah makanan pokok bagi lebih dari 3 miliar orang, dan hampir 90 persen dari tanaman yang membutuhkan banyak air ini diproduksi di Asia, di mana pola cuaca El Nino biasanya membawa curah hujan yang lebih rendah.
"Larangan ekspor yang tiba-tiba akan sangat menyakitkan bagi para pembeli, yang tidak dapat menggantikan pengiriman dari negara lain," jelas Rao.
Sementara Thailand dan Vietnam tidak memiliki persediaan yang cukup untuk menutupi kekurangan tersebut, para pembeli dari Afrika akan sangat terpengaruh oleh keputusan India ini, kata Rao, seraya menambahkan bahwa banyak negara akan mendesak New Delhi untuk melanjutkan pengiriman.
Diketahui, sejumlah negara yang termasuk pembeli utama beras India yakni Benin, Senegal, Pantai Gading, Togo, Guinea, Bangladesh dan Nepal.
Baca juga:
- Grup Wagner Rusia Latih Pasukan Khusus Belarusia di Dekat Perbatasan Anggota NATO Polandia
- Irak Usir Duta Besar Swedia dan Tarik Utusannya Buntut Rencana Pembakaran Al-Qur'an
- Tiga Orang Tewas dan Konsulat China Rusak Akibat Serangan Rusia Terhadap Kota-kota Pelabuhan Ukraina
- Wali Kota Daegu Meminta Maaf dan Menerima Kritik Lantaran Bermain Golf saat Korea Selatan Dilanda Banjir
Larangan ini akan berlaku efektif mulai 20 Juli, tetapi kapal-kapal yang sedang dalam proses pemuatan masih diperbolehkan untuk melakukan ekspor.
Diketahui, hujan lebat di bagian utara India selama beberapa minggu terakhir telah merusak tanaman yang baru ditanam di beberapa negara bagian termasuk Punjab dan Haryana, membuat banyak petani yang harus menanam kembali.
Di negara bagian penghasil padi utama lainnya, para petani telah menyiapkan pembibitan padi, tetapi tidak dapat memindahkan bibit karena curah hujan yang tidak memadai.