Seniman Jakarta di Antara Isu Komersialisasi Area Revitalisasi TIM

JAKARTA - Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) mengaku tak dapat berbuat banyak dalam menengarai polemik penolakan seniman atas komersialisasi revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) yang dikerjakan PT Jakarta Propertindo (JakPro). 

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DKJ Danton Sihombing bilang, awalnya mereka telah mengirim nama sebagai perwakilan pembahasan revitalisasi. Nama tersebut disahkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1018 Tahun 2018 mengenai tim revitalisasi. 

Nama perwakilan DKJ yang dikirim ada 3 orang, termasuk Danton. Saat pencatatan nama berlangsung pada 2018 lalu, Danton menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DKJ. Namun, nama yang dikirim DKJ ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ternyata dicoret.  

"Nama yang diajukan dari DKJ dalam tim revitalisasi TIM dicoret entah oleh siapa sehingga DKJ dieliminir dalam wilayah diskusi revitalisasi,” kata Danton dalam diskusi di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Februari. 

Maka, dalam Kepgub tersebut, hanya ada lima orang seniman yang tercatat sebagai perwakilan dalam revitalisasi TIM. Mereka adalah Arie Batubara, Arsono, Hidayat LDP, Yusuf Susilo Hartono, serta Mohammad Chozin. 

Danton mengakui DKJ tak pernah dilibatkan dalam segala perencanaan, maupun memberikan pertimbangan dalam proses revitalisasi TIM. Ditambahkan Danton, mereka hanya menerima informasi perencanaan yang telah disusun. 

"Selama setahun kami dibutakan informasi itu (revitalisasi TIM) sesuai dengan kerjanya SK itu," ujar Danton. 

Meski begitu, Danton tak mau secara tegas menunjukkan pihaknya menolak komersialisasi TIM oleh JakPro seperti hotel dan retail atau tetap mendukung seluruh pembangunan revitalisasi yang berjalan.

"Saya tidak mau jawab (mendukung atau tidak). Kata mendukung akan memberikan tafsir berbeda tanpa melihat kejadian dan fakta," pungkasnya. 

Desain kawasan revitalisasi TIM (dok. Istimewa)

Keraguan Para Seniman

Seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (FSPTIM) tak percaya bahwa PT Jakarta Propertindo (JakPro) tak mengambil keuntungan setelah menggarap proyek revitalisasi TIM. 

Juru Bicara FSPTIM, Tatan Daniel, bilang, pada dasarnya JakPro adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI. Sudah jelas, menurutnya, JakPro akan mencari keuntungan dari biaya penyertaan modal daerah (PMD) pembangunan revitalisasi TIM yang berasal dari APBD DKI. 

"Kami tolak Jakpro nyari duit di sini (TIM). Di sini adalah ruang ekspresi untuk para seniman. Kalau bakal dibangun hotel, cafe, maka orang borjuis Jakarta jadi pada nongkrong di sini," kata Tatan saat ditemui di kawasan TIM.

FSPTIM meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membatalkan Peraturan Gubernur DKI Nomor 63 Tahun 2019. Pergub ini menugaskan JakPro untuk mengerjakan revitalisasi TIM. Selain itu, JakPro juga diamanatkan mengelola Prasarana dan Sarana PKJ TIM selama 28 tahun. 

"Kalau masih ada di Pergub, kami bakal gugat ke pengadilan,"

Tatan Daniel, seniman

Sebelumnya, Direktur Operasional Jakarta Propertindo (Jakpro), Muhammad Taufiqurrachman mengklaim tak akan mencari celah untuk melakukan komersialisasi terhadap kawasan TIM. Kata Dwi, kepentingan seniman akan tetap diakomodasi. 

"Kami tidak mengelola komersil untuk kesenian. Kita hanya bertanggung jawab untuk gedung dan parkir memadai. Kami tidak akan komersilin dan nanti harganya jadi mahal," ucap Taufiq. 

Lagi pula, kata Taufiq, rencana pembangunan hotel mewah dengan nama Wisma TIM tak jadi dibangun. Mereka menuruti keputusan DPRD DKI yang memangkas anggaran JakPro karena ada penolakan pembangunan hotel mewah. 

Dalam pembahasan rancangan APBD 2020 pada November 201 lalu, DPRD hanya memangkas anggaran Jakpro sebesar Rp400 miliar. Maka, anggaran yang didapat JakPro untuk revitalisasi TIM menjadi sebesar Rp200 miliar, dari usulan awal Rp600 miliar. 

"Wisma yang buat wisatawan itu enggak jadi dibangun. DPRD sudah memberi masukan supaya tidak dibangun hotel, maka kita ikuti apa kata DPRD. Tapi, kami tetap membuat semacam losmen untuk seniman dengan nama Wisma Seni," tutur dia.