Xi Jinping Minta Pembangunan Keamanan Internet yang Kokoh di Bawah Pengawasan Partai Komunis

JAKARTA - Presiden China, Xi Jinping, menyatakan bahwa China harus membangun "barier" keamanan yang kokoh di dunia internet dengan pengawasan Partai Komunis yang berkuasa, dalam seruan terbarunya untuk menjaga data dan informasi online.

Menurut XI, China harus tetap mengelola, mengoperasikan, dan memastikan akses internet sesuai dengan hukum, dalam instruksi yang disampaikan kepada pejabat-pejabat yang menghadiri pertemuan keamanan siber dua hari di Beijing yang berakhir pada Sabtu, 15 Juli.

"Akhir-akhir ini kita harus tetap memegang pengelolaan Partai terhadap internet dan mematuhi prinsip 'membuat internet bekerja untuk rakyat'," ungkap Xi, dikutip kantor berita Xinhua.

Dalam satu dekade terakhir, Xi telah menjadikan keamanan sebagai prioritas. Ia membuat konsep keamanannya mencakup segala hal mulai dari politik dan ekonomi hingga lingkungan dan dunia maya (cyberspace).

Pada tahun 2015, China mengeluarkan undang-undang keamanan nasional dengan cakupan yang lebih luas untuk mencakup ruang sibernya. Setahun kemudian, ada undang-undang yang mewajibkan tinjauan keamanan dan penyimpanan data di server-server di China.

Pada tahun 2021, China menerapkan regulasi seputar "infrastruktur informasi kritis". Tahun ini, para legislator memperbarui undang-undang anti-spionase untuk melarang transfer informasi terkait keamanan nasional dan memperluas definisi dari spionase.

Menavigasi jaringan aturan dan hukum yang kompleks mengenai data dan informasi online di China tidaklah tanpa risiko bagi perusahaan-perusahaan.

Pada April lalu, perusahaan konsultan Amerika Serikat, Bain & Co, mengatakan bahwa polisi menggerebek kantornya di Shanghai dan memeriksa beberapa staf. Financial Times, yang mengutip orang-orang yang diberi informasi tentang kunjungan mendadak tersebut, melaporkan bahwa polisi juga menyita komputer dan ponsel.

Tahun lalu, regulator mengatakan kepada penyedia data keuangan terbesar di China, Wind Information Co, untuk menghentikan penyediaan data tertentu kepada pengguna di luar China, demikian dilaporkan oleh sumber-sumber kepada Reuters saat itu.

Pada tahun 2021, pihak berwenang melakukan investigasi keamanan siber terhadap raksasa penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi, Didi Global, hanya dua hari setelah perusahaan tersebut melantai di pasar saham Amerika Serikat.