Epidemiolog Anggap Restoran Jadi 'Sarang' Penyebaran COVID-19, PHRI: Mana Buktinya?
JAKARTA - Belakangan terjadi tren penyebaran COVID-19 lewat meja makan. Penularan terjadi ketika satu orang makan bersama meski dia sebelumnya telah menaati protokol kesehatan.
Berkaca pada kasus ini, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman meminta Satgas COVID-19 mulai mempertimbangkan pelarangan makan di tempat bagi restoran.
Menanggapi usulan Budiman, Wakil Ketua Umum PHRI bidang Restoran Emil Arifin memintanya untuk menunjukkan data berdasarkan studi maupun survei yang menyatakan bahwa restoran saat ini menjadi klaster penyebaran COVID-19.
"Pertama buktikan dulu bahwa klaster (penyebaran COVID-19) itu terjadi di restoran atau di mal. Itu buktikan dulu ada tidak studinya, siapa yang melakukan survei," tuturnya, saat dihubungi VOI, di Jakarta, Kamis, 28 Januari.
Emil mengakui, pernah mendapatkan data bahwa terjadi penularan di restoran dan kedai 30 persen. Meski begitu, kata dia, harus dibedakan antara restoran dan kedai makanan dalam hal penerapan protokol kesehatan.
"Pertanyaanya kedai dan restoran tidak bisa disamakan. Kedai ada yang menerapkan protokol kesehatan. Sedangkan restoran yang terutama di mal itu menerapkan protokol kesehatan. Boleh dicek restoran di mal itu dobel protokol kesehatannya. Jadi sangat kecil terjadi penularan di restoran," ucapnya.
Menurut Emil, kalaupun terjadi penularan COVID-19 di restoran, yang pertama kali terpapar adalah karyawan restoran yang bertugas melayani pelanggan. Namun, kata dia, hingga saat ini justru tak ditemukan penularan COVID-19 di restoran.
"Justru sampai sekarang belum ada. Karena kami melakukan pengecekan ada yang setiap minggu, ada yang dua minggu (sekali) rapid test antigen dan segala macam," tuturnya.
Karena itu, Emil meminta Budiman sebelum menyarankan Satgas COVID-19 memberlakukan aturan restoran hanya boleh take away, dibuktikan dulu dengan data yang akurat.
"Jadi sebaiknya cek dulu datanya, jangan karena satu orang makan (terpapar COVID-19), semua (restoran) ditutup," ucapnya.
Baca juga:
Sebelumnya, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman meminta Satgas COVID-19 mulai mempertimbangkan pelarangan makan di tempat bagi restoran dan food court. Kebijakan ini sama seperti yang dilakukan pemerintah Australia.
Hal ini disampaikan menyusul tren penyebaran COVID-19 lewat meja makan. Belakangan, banyak penularan yang terjadi ketika satu orang makan bersama meski dia sebelumnya menaati protokol kesehatan.
Sama seperti yang dialami Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Doni Monardo. Beberapa waktu lalu Doni menyatakan dirinya terpapar virus setelah makan bersama ketika melakukan kunjungan ke lokasi bencana alam.
"Selain ada sosialisasi, edukasi, perlu juga diperkuat dengan regulasi. Misalnya, enggak boleh makan bareng atau setting tempatnya diatur. Di Australia, misalnya, ketika situasi masih serius tidak ada namanya food court dibuka maupun restoran boleh duduk di situ. Bolehnya take away," kata Dicky saat dihubungi VOI, Rabu, 27 Januari.
"Jadi tidak ada itu tempat umum yang duduknya bisa berkumpul dibuka dan ketika itu dilanggar ya ada sanksi," imbuhnya.