Warga Alami Kekeringan, Puan Ingatkan Peningkatan Infrastruktur Daerah
JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani mengingatkan pentingnya infrastruktur penunjang bagi warga di musim kemarau yang menyebabkan kekeringan di sejumlah daerah. Kebutuhan warga akan pasokan air bersih tak bisa ditawar.
“Upaya maksimal harus dilakukan untuk mengatasi kekurangan air bersih di sejumlah wilayah karena air adalah kebutuhan dasar masyarakat," kata Puan, Rabu (12/7/2023).
Puan menyoroti kesulitan penduduk di Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau (Kepri), yang kesulitan mendapatkan pasokan air bersih akibat waduk dan sungai mengering. Dampak kekeringan dirasakan warga Anambas yang tinggal di 26 pulau kecil.
Kekeringan yang sudah terjadi selama sebulan terakhir membuat warga terpaksa mendapatkan air dua hari sekali. Puan mengingatkan, pasokan air bersih yang kurang juga dapat berdampak terhadap kesehatan masyarakat.
“Penyakit dapat timbul karena kekurangan air bersih, ini harus segera ditangani secepat mungkin agar tidak menambah beban warga,” ucap perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Untuk diketahui, kekeringan di Anambas terjadi akibat dampak curah hujan yang menurun. Akibatnya, sebanyak 40.000 rumah tangga terdampak keterbatasan air bersih. Saat ini masyarakat di Anambas hanya menunggu bantuan pasokan air bersih dari Pemerintah daerah karena hujan tak kunjung turun.
Sementara warga di pulau-pulau Anambas selama ini menggantungkan pasokan air bersih dari waduk-waduk dan sejumlah sumber alami air seperti sungai. Namun karena hujan jarang turun, waduk dan sungai pun mengering.
Puan meminta Pemerintah membangun infrastruktur dengan teknologi yang lebih canggih. Mengingat di Anambas tidak memiliki sumber air tanah sehingga tidak bisa dibuat sumur. Krisis air bersih diketahui terjadi setiap tahunnya.
“DPR berharap komitmen Pemerintah untuk menunjang kebutuan masyarakat melalui infrastruktur, khususnya yang ada di daerah-daerah. Waduk-waduk buatan harus semakin diperbanyak agar persoalan yang menahun ini dapat segera mendapatkan solusi,” ujar Puan.
“Tentunya ini juga jadi PR Pemerintah Daerah karena persoalan kualitas air bersih ini sangat penting untuk menjamin kelestarian hidup manusia dan lingkungan di sekitarnya,” imbuhnya.
Selain di Kepulauan Anambas, keterbatasan air bersih karena faktor curah hujan menurun juga dialami masyarakat di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca juga:
- Kementerian PUPR Sebut 10 Bendungan Siap Diresmikan Tahun Ini
- Lebih dari 61.000 Orang Meninggal di Eropa Akibat Suhu Panas pada Musim Panas Terpanas Sepanjang Sejarah
- Jutaan Ikan di Sungai Irak Mati Akibat Peningkatan Salinitas dan Polusi
- IDI: Jangan Hanya Lihat Masalah Kesehatan dari ‘Kacamata’ Nasional
Untuk itu, Puan menekankan pentingnya kolaborasi Pemerintah pusat dan daerah dalam mengatasi persoalan air bersih dampak musim kemarau yang menyebabkan kekeringan. Ia mengingatkan kebijakan Pemerintah berkaitan dengan air seharusnya berdasarkan kepentingan rakyat sesuai amanat konstitusi UUD 1945.
"Kalau antara Pemerintah pusat dengan daerah dapat melakukan koordinasi dan kerja sama yang maksimal, maka upaya penanggulangan penyediaan air bersih dapat efektif," tegas Puan.
Di sisi lain, faktor kekeringan bukan satu-satunya penyebab masyarakat mengalami kesulitan air bersih. Seperti di Batam, Kepulauan Riau, di mana masyarakat kesulitan air bersih karena layanan yang tidak prima dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam.
Mantan Menko PMK itu meminta Pemda pemberi pengawasan maksimal mengingat warga hanya bisa mendapat air bersih di tengah malam karena pasokan pada siang hari dihentikan. Puan menekankan pengelolaan air harus bermanfaat untuk masyarakat.
"Pengelolaan sumber daya air di Indonesia menghadapi problematik yang sangat kompleks karena sering sekali warga mengeluhkan pelayanan air bersih,” kata Puan.
Selain kekeringan dan layanan yang tidak prima, penyebab lain keterbatasan air bersih adalah banyaknya air yang tidak dapat dikelola menjadi higenis. Misalnya yang terjadi di DKI Jakarta di mana baru 39 persen warga ibu kota mendapatkan layanan air bersih perpipaan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penyebab masalah sumber air bersih sedikit di Jakarta karena hanya 2 sungai yang menyediakan sumber air bersih, yaitu Sungai Cengkareng dan Kali Krukut. Padahal sampai saat ini, total terdapat 13 sungai di Jakarta.
"Pemerintah perlu memiliki sistem manajemen tata kelola air yang berguna demi kelangsungan hidup masyarakatnya. Seperti memiliki terobosan bagaimana mengelola air sungai menjadi air bersih yang higenis sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari oleh masyarakat," ungkap Puan.
Lebih lanjut, Puan mengingatkan ketersediaan air bersih yang terbatas telah berdampak negatif pada kesehatan, lingkungan, dan kehidupan sehari-hari.
"Karena pasokan air bersih terbatas, banyak masyarakat sering kali terpaksa mengandalkan pada sumber air yang tidak higenis, hal ini mengakibatkan peningkatan risiko penyakit menular," urai Puan.