27 Januari dalam Sejarah: Meletusnya Perang Boshin, Pertempuran Sipil yang Memodernisasi Jepang

JAKARTA - Jepang pernah menjadi negeri ultra konservatif ketika dipimpin oleh shogun selama 200 tahun, dari abad ke-16 sampai 18. Negeri itu saklek tak mengizinkan orang asing masuk ke negaranya. Namun Jepang berevolusi ketika Perang Boshin meletus dan mengantarkan Jepang menjadi negeri yang lebih modern.

Perang sipil tersebut bergulir pada 27 Januari 1868 tepat hari ini 153 tahun lalu. Perang Boshin adalah perang saudara di Jepang, antara kekuatan yang berkuasa yaitu Keshogunan Tokugawa dan mereka yang ingin mengembalikan kekuasaan politik ke Istana Kekaisaran. Perang Boshin hanya berlangsung selama dua tahun, antara 1868 hingga 1869. 

Perang ini berawal dari ketidakpuasan para bangsawan dan samurai muda atas pemerintahan keshogunan. Sementara Pengaruh Barat yang meningkat dalam perekonomian menyebabkan penurunan yang serupa dengan negara-negara Asia lainnya pada saat itu. 

Untuk itu, aliansi samurai barat, terutama domain Choshu, Satsuma, dan Tosa, dan pejabat pengadilan mengamankan kendali dari Istana Kekaisaran. Mereka juga berusaha memengaruhi Kaisar muda Meiji.

Mengutip Though Co, Keshogunan memiliki tentara berjumlah lebih dari 15.000 dan sebagian besar terdiri dari samurai tradisional. Mereka menyerang pasukan Satsuma dan Choshu di pintu masuk selatan ke Kyoto, ibu kota kekaisaran.

Sementara di pihak Choshu dan Satsuma hanya ada 5.000 pasukan. Namun berkat disokong persenjataan modern termasuk senapan, howitzer, dan bahkan senjata Gatling, mereka unggul. Kemenangan pasukan pro-kekaisaran dalam waktu dua hari, membuat beberapa daimyo penting berpaling dari shogun ke kaisar.

Pada 7 Februari 1868, mantan shogun Tokugawa Yoshinobu meninggalkan Osaka dan mundur ke ibu kotanya, Edo (Tokyo). Karena putus asa oleh pelariannya, pasukan shogun menyerahkan pertahanan mereka atas Istana Osaka, yang jatuh ke tangan pasukan pro-kekaisaran keesokan harinya.

Dalam pukulan lain bagi shogun, para menteri luar negeri dari kekuatan barat memutuskan pada awal Februari untuk mengakui pemerintah kaisar sebagai pemerintah Jepang yang sah. Namun, hal ini tidak mencegah samurai di pihak kekaisaran untuk menyerang orang asing dalam beberapa insiden terpisah karena sentimen anti-orang asing berjalan sangat tinggi.

Lahirnya era baru

Saigo Takamori, yang kemudian terkenal sebagai The Last Samurai, memimpin pasukan kaisar di seluruh Jepang untuk mengepung Edo pada Mei 1869. Ibu kota shogun itu menyerah tanpa syarat beberapa saat kemudian.

Terlepas dari kalah cepatnya pasukan shogun, komandan angkatan laut shogun menolak untuk menyerahkan delapan kapalnya. Mereka berharap untuk bergabung dengan samurai klan Aizu dan prajurit domain utara lainnya, yang masih setia kepada pemerintahan shogun.

Koalisi Utara gagah berani tetapi mengandalkan metode pertempuran dan persenjataan tradisional. Butuh pasukan kekaisaran yang bersenjata lengkap dari Mei hingga November 1869 untuk akhirnya mengalahkan perlawanan utara yang keras kepala. Pada 6 November 1896, samurai Aizu terakhir menyerah.

Beralihnya kekuasaan membuat Jepang berubah. Dua minggu sebelum membekuk samurai terakhir, kekaisaran secara resmi telah memulai Periode Meiji. Bekas ibukota shogun, yaitu Edo, berganti nama menjadi Tokyo. Tokyo memiliki arti "ibu kota timur."

Setelah pertempuran berakhir, rezim feodal lama dibongkar habis-habisan. Reorganisasi administratif sebagian besar telah diselesaikan pada 1871, ketika domain secara resmi dihapuskan dan diganti dengan sistem prefektur yang masih berlaku hingga hari ini. 

Semua hak istimewa kelas feodal dihapuskan. Juga pada 1871, tentara nasional dibentuk yang kemudian diperkuat dua tahun kemudian oleh undang-undang wajib militer universal. 

Pemerintah baru menjalankan kebijakan untuk menyatukan sistem moneter dan pajak, dengan reformasi pajak pertanian pada 1873 menjadi sumber pendapatan utamanya. Reformasi lain adalah pengenalan pendidikan universal di negara itu pada 1872, yang awalnya menekankan pada pembelajaran Barat.

Modernisasi Jepang

Periode Meiji mengubah Jepang dari segala aspek, mulai dari ekonomi, sosial, maupun politik. Meski perekonomian masih bertumpu pada pertanian, namun industrialisasi menjadi tujuan utama pemerintah yang mengarahkan pengembangan industri strategis, transportasi, dan komunikasi. 

Beberapa kemajuan di bidang industri mulai terlihat. Seperti dilansir Britannica, Jepang mulai membangun rel kereta api pertama pada 1872 dan pada 1890 negara itu sudah punya rel lebih dari 2.250 km. 

Jalur telegraf menghubungkan semua kota besar telah hadir pada 1880. Perusahaan swasta didukung oleh keuangan pemerintah dan dibantu oleh institusi sistem perbankan pada 1882.

Upaya modernisasi tersebut membutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi Barat. Di bawah bendera Peradaban dan Pencerahan (Bunmei kaika), budaya Barat, dari tren intelektual saat ini hingga pakaian dan arsitektur, dipromosikan secara luas di Jepang. 

Pada awal abad ke-20, tujuan Periode Meiji sebagian besar telah tercapai. Jepang saat itu dalam perjalanan untuk menjadi negara industri modern. Perjanjian yang tidak setara yang telah memberikan hak hukum dan ekonomi kepada kekuatan asing melalui ekstrateritorialitas direvisi pada 1894.

Dengan Aliansi Inggris-Jepang pada 1902 dan kemenangannya dalam dua perang (atas China pada 1894–1895 dan Rusia pada 1904–1905), Jepang mendapatkan rasa hormat di mata dunia. Sejak saat itu Jepang muncul untuk pertama kalinya di kancah internasional sebagai kekuatan utama dunia.