BPK Minta Hutama Karya Segera Rampungkan Penugasan Tanpa Tunggu PMN Cair

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta PT Hutama Karya (Persero) untuk segera menyelesaikan penugasannya tanpa menunggu tambahan penyertaan modal negara (PMN) cair.

Seperti diketahui, Hutama Karya mendapatkan penugasan untuk menyelasaikan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).

Kepala BPK Isma Yatun mengatakan, proses pencairan tambahan PMN atas penugasan jangka panjang yang diterima oleh PT Hutama Karya (HK) dalam pengusahaan JTTS lambat.

“Bagi BUMN yang mendapat penugasan jangka panjang dan untuk hajat hidup orang banyak, proyek pekerjaan harus segera dikerjakan tanpa menunggu PMN cair,” ujarnya saat menyampaikan laporan BPK di sidang Paripurna DPR RI, dikutip Rabu, 21 Juni.

Melansir dari ikhtisar laporan BPK, untuk pendanaan pekerjaan tersebut, selama tahun 2019-2021 PT HK melakukan bridging pinjaman jangka pendek yang akan dipenuhi setelah PMN cair sebesar Rp4,25 triliun dengan bunga pinjaman sebesar Rp101,00 miliar.

Alhasil, permasalahan ini mengakibatkan PT Hutama Karya menanggung tambahan beban keuangan perusahaan dari tahun 2019-2021 berupa bunga pinjaman jangka pendek sebesar Rp101,00 miliar dalam rangka memenuhi pendanaan pengusahaan JTTS.

BPK pun merekomendasikan kepada Menteri BUMN agar menginstruksikan Wakil Menteri BUMN untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Kemenkumham, serta Sekretariat Negara, untuk bersama-sama membuat jadwal dan rencana pelaksanaan dan percepatan proses pencairan dana PMN, sehingga proses pencairan dana PMN dapat dilaksanakan setelah UU APBN disahkan.

Selain itu, BPK juga melihat proyek penugasan JTTS kepada PT HK serta penugasan pemerintah berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak didukung dengan prioritas alokasi PMN, yaitu tidak terdapat pencairan PMN di tahun 2017 dan 2018.

“Dengan demikian, PT HK harus menambah jumlah pinjaman sebesar Rp13,16 triliun dengan beban bunga sebesar Rp2,86 triliun,” tulis BPK.

Sementara, PT PLN harus menambah jumlah pinjaman sebesar Rp10 triliun dengan beban bunga sebesar Rp529,00 miliar. Akibatnya, PT HK dan PT PLN menanggung tambahan beban keuangan perusahaan tahun 2017-2021 masing-masing sebesar Rp2,86 triliun dan Rp529,00 miliar.

Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Menteri BUMN agar menyusun langkah-langkah mitigasi risiko atas kekurangan pendanaan di BUMN pada penugasan jangka panjang dan berkoordinasi dengan pihak terkait, di antaranya Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempertimbangkan penyediaan fasilitas pendanaan dari perbankan yang tidak memberatkan BUMN yang mendapatkan penugasan dari Pemerintah.

Adapun hasil laporan BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan PMN di BUMN tahun 2020-semester I 2022 pada Kementerian BUMN telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan.

Di mana pekerjaan yang didanai dari tambahan PMN tahun 2015 dan 2016 pada 13 BUMN sampai dengan semester I tahun 2022 sebesar Rp10,49 triliun, belum dapat diselesaikan.

“Nilai tersebut terdiri dari total nilai aset yang belum produktif karena belum selesai dikerjakan sebesar Rp10,07 triliun dan belanja operasional yang belum dimanfaatkan sebesar Rp424,11 miliar,” tulis BPK.

Akibatnya, aset sebesar Rp10,07 triliun belum dapat digunakan dan tujuan masing-masing kegiatan operasional sebesar Rp424,11 miliar tidak tercapai, serta terdapat potensi pendapatan yang tidak diterima karena aset belum dapat beroperasi.