7 Terdakwa Korupsi RSUD Pasaman Barat Divonis 2-4 Tahun Penjara
PADANG - Tujuh orang terdakwa kasus korupsi pembangunan RSUD Pasaman Barat tahun anggaran 2018-2020 divonis penjara antara 2 tahun sampai 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi di Kota Padang.
"Ketujuh orang terdakwa itu telah divonis penjara pada sidang pembacaan putusan yang berlangsung hingga Selasa (20/6) malam," kata Kepala Kejaksaan Negeri Pasaman Barat Muhammad Yusuf Putra di Simpang Empat dilansir ANTARA, Rabu, 21 Juni.
Putusan untuk tujuh terdakwa itu masing-masing penentu pemenang tender inisial Ali Munar dengan terbukti pasal 5 dengan penjara selama 4 tahun, denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp3.607.000.000 serta subsider 6 bulan penjara.
Lalu empat terdakwa panitia kelompok kerja Harpan S dengan 3 tahun penjara, denda Rp 150 juta, subsider 4 bulan kurungan dan uang pengganti Rp500 juta serta subsider 6 bulan penjara.
Terdakwa Ledi A dengan 3 tahun penjara, denda Rp 150 juta, subsider 4 bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp 100 juta subsider 4 bulan penjara.
Tona Amanda dengan 3 tahun penjara, denda Rp 150 juta, subsider 4 bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp75 juta subsider 4 bulan penjara.
Sementara terdakwa Yan Eldi dengan 3 tahun penjara, denda Rp 150 juta, subsider 4 bulan kurungan dan uang pengganti Rp75 juta subsider 4 bulan penjara.
Kemudian Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novri Indra dengan 2 tahun penjara, denda Rp100 juta dan subsider 3 bulan kurungan.
Manajemen Konstruksi M Yusuf dengan vonis penjara dua tahun enam bulan, denda Rp100 juta, subsider 3 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 85 juta serta subsider 4 bulan kurungan.
"Terhadap putusan itu maka kami akan mengambil sikap banding karena perbedaan dakwaan pasal yang terbukti, perbedaan nilai kerugian keuangan negara yang terbukti, perbedaan lamanya masa pidana penjara, besaran pidana denda dan pidana tambahan uang pengganti serta perbedaan terkait barang bukti," tegas Kajari.
Baca juga:
Perkara itu berawal ketika Pemkab Pasaman Barat menganggarkan pembangunan RSUD Pasaman Barat dari dana alokasi khusus dan dana alokasi umum dengan pagu anggaran sebesar Rp136.119.063.000.
Dalam rencana anggaran biaya terjadi kesalahan yang disengaja dalam rekapitulasi lebih kurang sebesar Rp 5.962.588.749. Kemudian dalam proses lelang terjadi pengaturan lelang oleh tim kelompok kerja (Pokja) dengan tersangka lainnya dengan kontrak tahun jamak tahun 2018-2020 sebesar Rp 134.859.961.000.
Kemudian Direktur PT MAM Energindo AA (tersangka) mengalihkan seluruh pekerjaan (Subkon) dengan sepengetahuan PPK yang juga direktur RSUD saat itu kepada pihak lain dari Manado.
Dalam pelaksanaan terjadi kekurangan volume pekerjaan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp16.239.364.605,46.