Mengenal P-Fluoro Fori, Analgesik yang Bertanggung Jawab atas Kematian Ratusan Orang di Estonia

JAKARTA – Baru-baru ini selebgram Syiva Angel terjerat kasus pemakaian narkotika “P-Fluoro Fori”. Pihak kepolisian menyebut jika narkoba tersebut adalah jenis baru di Indonesia. Apakah benar-benar baru?

Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkoba yang dipakai Syivia tersebut masuk dalam kategori Para-fluorofentanil atau Parafluorofentanyl yang merupakan sejenis analgesik yang dikembangkan oleh Janssen Farmasi pada tahun 60-an.

Dilansir VOI dari International Journal of Drug Policy, ”Fentanyl” merupakan analgesik opioid sintetis yang pada awal penggunaannya dipakai untuk pereda nyeri dan anestesi.

Namun Kekhawatiran mulai muncul lantaran Fentanyl digunakan secara ilegal baru-baru ini di beberapa negara Eropa. Yang mencengangkan, pereda nyeri tersebut ternyata memiliki efek samping membahayakan dan beresiko oversosis fatal.

Penelitian tersebut mengambil sampel dari negara Estonia yang telah menggunakan Fentanyl selama lebih dari satu dekade. Ternyata injeksi obat tersebut telah mengakibatkan ratusan kematian akibat overdosis di negara tersebut.

Di masa sekarang, Fentanyl digunakan sebagai pengganti heroin. Hal tersebut lantaran langkanya herorin hingga fentanyl dan 3-methylfentanyl (TMF) dipasarkan di beberapa negara Eropa seperti Bulgaria dan Slovakia.

Kemudian kasus overdosis fentanyl semakin meluas di Eropa, setelah Jerman, Finlandia dan Inggris melaporkan kasus kematian akibat penggunaan obat tersebut. Akibatnya, aparat penegak hukum Eropa mendorong pengalihan dan mengklaim obat tersebut dalam kategori ilegal.

Penelitian yang dilakukan Jane Mounteneya, Isabelle Giraudona,  Gleb Denissovb, dan  Paul Griffiths tersebut mengidentifikasi fentanil (dalam masyarakat Eropa) sebagai obat dengan penggunaan dosis rendah namun memiliki resiko cukup tinggi.

Banyaknya kasus kematian di Estonia yang tinggi menurut penelitian dikarenakan memiliki masalah endemik. Meskipun fentanil dikategorikan oba terlarang, namun di Eropa sendiri pasar gelap dan penjualan online masih belum dapat dikontrol.