Kementerian PUPR Mulai Tata Kawasan Wisata Rumah Adat Atakkae di Sulsel Senilai Rp5,8 Miliar
JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mulai menata Kawasan Wisata Rumah Adat Atakkae di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan.
Penataan tersebut bertujuan untuk mengembalikan fungsi salah satu Rumah Adat Atakkae yang paling besar di kawasan ini atau dikenal dengan Sao Raja La Tenri Bali seperti saat awal selesai dibangun pada 1995, sebagai ikon pariwisata kebesaran Kerajaan Wajo.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, penataan kawasan itu diharapkan mampu menghadirkan para wisatawan untuk datang ke Kabupaten Wajo, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
"Penataan kawasan wisata juga untuk memberikan pelayanan yang baik bagi para pengunjung yang datang," kata Basuki dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 20 Juni.
Pekerjaan konstruksi penataan kawasan wisata sudah mulai dilaksanakan Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulawesi Selatan, Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR dengan anggaran APBN 2023 senilai Rp5,8 miliar.
Adapun lingkup pekerjaannya meliputi revitalisasi bangunan rumah adat, pembangunan fasilitas penunjang, dan penataan lanskap.
Kawasan Rumah Adat Atakkae sendiri memiliki luas lahan 1,107 Ha dengan total luas bangunan 1,616 m2, terdiri dari beberapa rumah-rumah adat tradisional yang berasal dari berbagai kecamatan di Kabupaten Wajo.
Atakkae sendiri merupakan sebutan untuk rumah adat yang ada di Sengkang.
Rumah adat ini memiliki desain rumah panggung seperti umumnya rumah adat Suku Bugis.
Di antara semua rumah-rumah adat di kawasan tersebut, terdapat rumah yang paling besar yang merupakan rumah adat utama bertuliskan "Saoraja La Tenri Bali" yang artinya Istana Raja, memiliki penyangga sebanyak 101 tiang berbentuk bulat yang menjadi salah satu keunikan dari rumah adat ini.
La Tenri Bali adalah seorang raja atau oleh orang Sengkang dipanggil Arung Matoa yang pernah berkuasa di Kerajaan Wajo.
Baca juga:
Kawasan Wisata Rumah Adat Atakkae berjarak sekitar 190 Km dari pusat Kota Makassar yang merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan dengan waktu tempuh 5 jam menggunakan kendaraan roda empat.
"Diharapkan, dengan penataan ini dapat menjadi tambahan daya tarik bagi para wisatawan karena berlokasi tepat di tepian Danau Lampulung, serta meningkatkan kualitas destinasi, prasarana dan sarana wisata, sehingga lebih nyaman, yang akhirnya akan berdampak positif bagi perekonomian lokal, khususnya di Kabupaten Wajo," imbuh Basuki.