9 Tersangka Kasus Tukin di Kementerian ESDM Ditahan KPK
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan sembilan tersangka kasus korupsi penyaluran tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mereka ditahan selama 20 hari di rumah tahanan (rutan) yang berbeda.
"Terhitung mulai dari 15 Juni 2023 sampai dengan 4 Juli 2023," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Juni.
Sembilan orang yang ditahan adalah Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, dan staf PPK Lernhard Febrian Sirait.
Kemudian ada tersangka lainnya yakni Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPABP Rokhmat Annashikhah, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPK Haryat Prasetyo, dan pelaksana verifikasi dan perekaman akuntansi Maria Febri Valentine. Sebenarnya, KPK akan menahan sepuluh tersangka dalam kasus ini.
Hanya saja, ia tak hadir karena dalam kondisi sakit. "Tersangka A (Bendahara Pengeluaran Abdullah) masih akan menjalani pemeriksaan kesehatannya lebih dahulu dan KPK sudah melakukan koordinasi dengan pihak rumah sakit dan PD IDI," tegasnya.
Akibat perbuatannya, kesembilan tersangka ini ditahan secara terpisah. Rokhmat, Haryat, Priyo, Novian, Beni, dan Hendi bakal mendekam di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. Sementara itu Christa, dan Maria ditahan di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih.
"Tersangka LFS (Lernhard Febian Sirait) ditahan di Rutan KPK pada Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi," tegas Firli.
Sementara untuk tersangka yang masih sakit bakal diperiksa setelah sehat.
Baca juga:
- Tersangka Korupsi Tambang di Lombok Timur Berniat Kembalikan Kerugian
- Jawab Ombudsman, KPK Tegaskan Pemberhentian Brigjen Endar Bukan Urusan Pelayanan Publik
- Menteri ESDM: Lokasi Eksplorasi Sedimentasi Laut Dibahas Lintas Kementerian
- Polisikan Politikus PPP Romahurmuziy, Waketum Golkar Erwin Aksa Justru Tak Hadiri Klarifikasi Bareskrim
Akibat perbuatannya para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.