Penguasa DKI Jakarta, Belajarlah Cara Mengatasi Polusi Udara ke Negeri China

JAKARTA – Indeks kualitas udara di DKI Jakarta tetap tak mengalami perubahan signifikan sekiranya dalam satu tahun terakhir. Kerap menempati posisi 10 teratas sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia menurut data IQAir, khususnya pada pagi hari.

Pada 15 Juni 2022 pukul 10.00 WIB, indeks kualitas udara di DKI Jakarta masuk dalam kategori tidak sehat mencapai angka 185 AQI US. Kemudian menurun ke angka 165 AQI US pada pukul 12.00 WIB dan terus menurun ke kategori sedang di angka 65 AQI US pukul 16.00 WIB.   

Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pun mencatat sejak tanggal 15 Juni 2022, konsentrasi PM2.5 mengalami peningkatan dan mencapai puncaknya pada level 148 µg/m3 (mikrogram per meter kubik).

Pada 6 Juni 2023 pukul 09.40 WIB, kondisinya tak berbeda jauh. Indeks kualitas udara Jakarta, berdasar data IQAir berada di angka 152 dengan konsentrasi PM2.5 sebesar 57 µg/m³. Sejak 15 Mei 2023, indeks kualitas udara di Jakarta tidak pernah kurang dari 100.

Artinya, kualitas udara di Jakarta tidak sehat. Angka 101-200 menandakan tingkat kualitas udara bisa mempengaruhi kesehatan manusia atau hewan dengan kondisi tubuh yang sensitif.

Sementara, Particulate Matter (PM2.5) adalah polutan kualitas udara, partikel debu yang berukuran 2.5 mikron. Sumber PM2.5, menurut IQAir sangat beragam, lazimnya berasal dari asap bahan bakar kendaraan bermotor, asap pembangkit listrik, proses industri, dan rokok.

Berdasarkan situs IQAir, indeks kualitas udara di Jakarta pada 6 Juni 2023 menempati posisi ketiga dengan kualitas udara terburuk di dunia.  (Antara/Fauzan/nym)

Secara alami, PM2.5 juga bisa bersumber dari debu, jelaga, kotoran, garam yang tertiup angin, spora tumbuhan, dan serbuk sari. Kendati begitu, sumber PM2.5 yang dominan dapat bervariasi tergantung terhadap musim, cuaca, dan iklim.

Ini bukan permasalahan sepele karena PM2.5 dianggap sebagai partikel udara paling mematikan bagi manusia karena sangat mudah memasuki sistem pernapasan. Tidak tersaring sistem pernapasan bagian atas dan langsung menempel pada gelembung paru, sehingga dapat menurunkan kemampuan paru-paru dalam pertukaran gas.

Membuat manusia mudah terserang penyakit pernapasan, asma, penyakit jantung, hingga memicu kematian. Sejumlah penelitian, masih menurut AQAir, pun telah mengonfirmasi banyak komplikasi kesehatan serius yang disebabkan oleh paparan PM2.5.

Antara lain, studi pada 2011 yang diterbitkan dalam The American Journal of Respiratory Critical Care Medicine. Menunjukkan bahwa setiap 10 mikrogram per meter kubik peningkatan konsentrasi PM2.5 mempengaruhi peningkatan penyakit kanker paru-paru sekitar 15-27 persen.

Lalu, riset yang ditulis Karn Vohra dari University College, London, yang dipublikasikan di Science Advances pada April 2022. Riset menunjukkanpolusi udara bertanggung jawab terhadap 180.000 kematian berlebih di kota-kota tropis di dunia, termasuk Jakarta, pada tahun 2018.

Warga sebenarnya sudah sempat menggugat kondisi tersebut dan berhasil memenangkannya. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada September 2021 menyatakan pemerintah pusat dan daerah harus melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta.

Harian Kompas menuliskan, sesuai putusan pengadilan, Presiden diminta menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sementara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dihukum agar menyupervisi Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam menginventarisasi emisi lintas batas ketiga provinsi.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan menerima putusan tersebut dan tidak mengajukan banding (Kompas.id, 16 September 2021).

Namun, kata Juru Kampanye Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu, Presiden RI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan malah mengajukan upaya kasasi setelah banding mereka ditolak pengadilan tinggi pada November 2022.

“Itu mengindikasikan arogansi dan sikap abai pemerintah terhadap hak rakyat atas udara bersih,” katanya.

Perlu Pembenahan

Mengatasi kualitas udara, Greenpeace Indonesia menyarankan pemerintah agar lebih menguatkan transportasi publik agar masyarakat pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan perkotaan. Berikan juga insentif untuk mereka yang menggunakan kendaraan ramah lingkungan.

Jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota pada 2022, menurut laporan Badan Pusat Statistik meningkat hingga mencapai 26,37 juta unit. Terbanyak adalah sepeda motor dengan 17,3 juta unit. Lalu, mobil penumpang 3,76 juta unit, truk 748,39 ribu unit, dan bus 37,18 ribu.

Selain transportasi, perlu juga melakukan transisi energi dari batubara menjadi energi bersih. Sebab, berdasar studi Vital Strategies, pembakaran batubara menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta. Hampir seperlima polusi berasal dari pembakaran batu bara.

“Jakarta dihimpit 8 PLTU batu bara dalam radius 100 km. Pada 2020 lembaga penelitian Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mencatat Jakarta juga dikelilingi 118 fasilitas industri yang turut berkontribusi terhadap pencemaran udara di Jakarta,” tulis Greenpeace.

Langkah lainnya, pegiat literasi di walkingbook.org Hanif Sofyan pun menyarankan memperbanyak connector parks, ruang teduh dalam kota. Ini adalah bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH). Selain sebagai peredam polusi bising suara, connector parks juga menjadi pengendali perkembangan kota. Memimalisasi mitigasi perubahan iklim, terutama polusi yang semakin menguat.

“RTH bagi kota adalah paru-paru kota. Semakin banyak RTH, akan mendukung sebuah kota yang sehat atau Green City. Kita harus memikirkan bagaimana dampak perubahan iklim terhadap masa depan tata ruang kota kita,” tulisnya di kolom Kompas.com pada 7 Juni 2023.

Jumlah kendaraan yang lalu-lalang di Jakarta terus meningkat dan memberikan dampak negatif terhadap kualitas udara Ibu Kota. (Antara/Fauzan)

China bisa menjadi contoh. Menurut studi berdasar pengukuran satelit yang dipublikasikan oleh Energy Policy Institute (EPIC) dari Universitas Chicago, China berhasil mengurangi hingga 40 persen jumlah partikel udara hanya dalam kurun waktu tujuh tahun sejak 2013-2020.

Langkah pertama yang dilkaukan adalah melarang pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara di hampir seluruh kawasan yang tercemar polusi udara, serta memaksa pembangkit listrik yang sudah ada untuk mengurangi emisi atau beralih ke bahan bakar gas alam. Untuk mengimbangi dekarbonisasi, pemerintah China menambah pembangkit listrik dari energi terbarukan.

BBC menuliskan China juga secara aktif mempromosikan energi nuklir: antara 2016 hingga 2020 China meningkatkan kapasitas energi nuklir sebanyak dua kali lipat, menjadi 47 GW dengan 20 pembangkit baru.

Langkah kedua adalah membenahi transportasi. Di Beijing, Shanghai, Guangzhou dan kota-kota besar lainnya, jumlah mobil yang beredar dibatasi dengan kuota harian dan jumlah plat nomor baru dibatasi setiap tahun.

Meski indeks kualitas udara belum masuk ke kategori aman, Universitas Chicago memperkirakan penurunan partikel polutan tersebut berdampak positif terhadap kualitas hidup masyarakat China. Bahkan, diperkirakan penduduk akan hidup rata-rata 4,4 tahun lebih lama dibanding 2013.