Kasus Jual-Beli Jabatan di Pemkab Pemalang Bak Fenomena Gunung Es

JAKARTA - Potensi jual beli jabatan bisa terus terjadi kalau pemerintah tidak membuat aturan yang jelas. Pemerintah perlu memperketat sistem seleksi dan promosi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Jual beli jabatan di lingkaran Pemerintah ini kan seperti fenomena gunung es yang tidak kunjung mencair. Jadi Pemerintah harus mencari akar masalahnya dan berusaha mencari solusi terbaik," kata Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera, Rabu 7 Juni.

Sebelumnya diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan aksi tangkap tangan kepada Bupati nonaktif Kabupaten Pemalang, Mukti Agung Wibowo, terkait perkara suap jual beli jabatan. Mukti sudah divonis 6,5 tahun penjara karena terbukti melakukan gratifikasi dengan menerima suap.

Kasus ini berawal saat Mukti terpilih sebagai Bupati Pemalang terpilih periode 2021-2026. Mukti lantas melakukan perubahan komposisi dan rotasi pada beberapa level jabatan di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Pemalang dengan mematok fee.

Suap dan gratifikasi yang diterima Mukti Agung berasal dari uang syukuran para pejabat eselon 2, 3, dan 4 yang dipromosikan. Uang dari pejabat di Kabupaten Pemalang itu disisihkan dari anggaran dinas hingga fee dari sejumlah pelaksana proyek.

Terbaru, KPK menahan tiga pejabat Pemkab Pemalang terkait korupsi jual beli jabatan ini di mana tiga orang tersebut termasuk dalam daftar tujuh tersangka baru yang ditetapkan KPK dalam kasus tersebut. Mardani menyayangkan masih maraknya terjadi kasus jual beli jabatan ASN.

"Jual-beli jabatan di lingkungan Pemda sudah sering terjadi. Kejadian ini akan menimbulkan keraguan kualitas ASN yang mungkin digeneralisir oleh publik, padahal hal ini tidak terjadi kepada semua ASN," tutur Legislator dari Dapil DKI Jakarta I itu.

Mardani menyebut, kualitas ASN sangat krusial sebagai indikator dalam memberikan pelayanan terbaik untuk publik. Oleh karenanya, ia meminta sistem seleksi dan promosi jabatan ASN lebih diperketat.

"Termasuk dari sisi pengawasannya. Pemerintah harus serius melakukan evaluasi hingga ke dinas-dinas terkait untuk memberantas dan mengantisipasi kecurangan penerimaan dan promosi jabatan ASN," tegas Mardani.

Komisi II DPR yang membidangi urusan pemerintahan dan Pemerintah Daerah (Pemda) ini akan terus mengawal kasus jual beli jabatan yang terjadi di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda). Menurut Mardani, harus ada kebijakan rigid terhadap sistem kenaikan jabatan atau promosi ASN agar tidak dapat secara manual diatur atau dikondisikan.

"Lakukan seleksi ketat dengan sistem yang tidak bisa diintervensi, ini merupakan cara agar kepala daerah tidak semena-mena membuat aturan sendiri yang memungkinkan terjadi tindak pidana korupsi," paparnya.

Di sisi lain, Mardani mengapresiasi langkah cepat KPK dalam membongkar kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Pemalang.

"Langkah nyata dan berani yang dilakukan KPK patuh kita kasih jempol. Dengan tidak diintervensi pihak manapun, KPK menjadi garda terdepan dalam membongkar setiap praktik korupsi di negeri ini," ucap Mardani.

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) itu pun mendorong KPK agar berani mengusut tuntas setiap kasus jual beli jabatan yang terjadi di Indonesia. Mardani meminta KPK untuk tidak takut mengusut kasus korupsi sekalipun yang terlibat adalah seorang petinggi atau tokoh besar.

"KPK harus berani menindak tegas dan menelusuri potensi keterlibatan dari pihak-pihak atau petinggi lain yang melakukan tindak pidana korupsi seperti jual beli jabatan ini,” sebutnya.

Mardani menekankan bahwa DPR berkomitmen dalam mengawal kebijakan-kebijakan yang dilakukan Pemda untuk menghindari praktik jual beli jabatan di lingkungan ASN. Langkah ini dilakukan demi menjaga integritas dan profesionalisme di sektor pekayanan publik.

"Tindakan ini menunjukkan komitmen yang kuat dari pihak legislatif dalam menjaga keberlanjutan demokrasi dan menjunjung tinggi prinsip good governance di negara ini," pungkas Mardani.