KPAID Minta Kasus Asusila Guru Ngaji ke Murid di Garut Diungkap Tuntas

TASIKMALAYA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPID) Kabupaten Tasikmalaya meminta Pemerintah Kabupaten Garut dan kepolisian bisa mengungkap tuntas siapa saja korban dari kasus oknum guru ngaji rumahan yang berbuat asusila kepada muridnya. 

"Kami mohon peristiwa ini untuk dibuka selebar-lebarnya, artinya kita mesti betul-betul mengidentifikasi siapa-siapa yang memang menjadi korban," kata Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya yang meliputi wilayah tugas Kabupaten Garut, Ato Rinanto saat dimintai tanggapan terkait kasus belasan anak yang menjadi korban asusila di Samarang, Garut, Antara, Senin, 4 Juni. 

KPAID Tasikmalaya sudah mendapatkan laporan adanya kasus sejumlah anak usia belasan tahun yang menjadi korban asusila oleh guru ngajinya, dan saat ini pelakunya sudah ditahan di Markas Polres Garut.

Sedangkan korban yang baru teridentifikasi, kata dia, juga sudah mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah untuk mendapatkan pemulihan trauma, dan sampai saat ini masih terus dilakukan pemantauan.

"Kami melihat Pemda melalui UPT PPA, kemudian jajaran pemerintah desa dan kecamatan sedang melakukan upaya konkret, tentu kami mendorong supaya proses ini bisa berjalan dengan cepat, khususnya untuk menyelamatkan anak-anak korban," katanya.

Upaya penanganan kasus asusila yang menimpa anak-anak itu tidak hanya ditangani pemerintah, melainkan orang tua, masyarakat, maupun tokoh di lingkungan anak yang menjadi korban asusila.

Kasus tersebut tidak hanya cukup penyelesaian hukum maupun pemulihan trauma pada anak, melainkan harus memikirkan dampak ke depan bagi anak-anak yang menjadi korban asusila.

"Persoalan ini jika tidak ditangani dari hulu sampai hilir maka korban ini tentu akan berisiko menjadi pelaku, atas dasar itu kami mohon semua pihak terlibat untuk turut serta," kata Ato.

Saat ini Pemkab Garut, seperti yang disampaikan langsung oleh Bupati Garut telah menunjukkan keseriusan untuk melakukan langkah konkret menangani anak-anak yang menjadi korban asusila.

Ia berharap pihak lainnya juga bergerak bersama tidak hanya menangani saat kejadian kali ini, tapi melakukan langkah antisipasi agar kasus serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari atau daerah lainnya.

"Kasus kekerasan seksual sodomi di titik kecamatan tertentu sangat mengkhawatirkan, butuh langkah konkret, butuh kerja sama dengan semua pihak supaya persoalan ini tidak menjadi persoalan di kemudian hari untuk anak-anak kita," katanya.

Terkait tersangka yang saat ini sudah diproses hukum di Polres Garut, Ato mengapresiasi jajaran kepolisian yang sudah bergerak cepat sehingga pelakunya ditangkap dan anak-anak terselamatkan.

"Pelaku sudah ditangani oleh Polres Garut, untuk hukuman agar lebih jera pembelajaran bagi yang lain, hukuman kebiri dan seumur hidup dipenjara saya pikir itu yang paling tepat," katanya.

Sebelumnya, Polres Garut menangkap seorang guru ngaji rumahan karena dilaporkan telah melakukan tindak pidana asusila yakni mencabuli muridnya di bawah umur yang diperkirakan berjumlah 17 orang di Kecamatan Samarang, Garut.

Kegiatan mengaji di rumah pelaku inisial AS (50) itu sudah dilakukan sejak 2022, kemudian perbuatan cabulnya terbongkar setelah ada anak yang menjadi korban melaporkan kepada orang tuanya.

Pengakuan tersangka modusnya hanya digesek-gesekan dan tidak sampai melakukan perbuatan yang lebih jauh, meski begitu polisi masih terus mendalaminya dengan melakukan visum terhadap para korban.

Tersangka dalam aksinya juga melakukan ancaman akan melakukan kekerasan dan melarang belajar mengaji lagi jika tidak mau memenuhi keinginan hasratnya itu. Tersangka juga seringkali modusnya merayu dengan meminjam telepon seluler kepada korbannya.

Akibat perbuatannya itu, kini tersangka harus mendekam di Rumah Tahanan Polres Garut untuk menjalani proses hukum lebih lanjut dan dijerat Pasal 76 e juncto Pasal 82 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara, ditambah sepertiga karena korban lebih dari satu.