Penahanan Bupati Mimika Ditangguhkan, KPK Ingatkan Jangan Kabur atau Penjaminnya Didenda Rp5 M

JAKARTA - Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar menangguhkan penahanan Bupati Mimika nonaktif Eltinus Omaleng. Dia tak lagi ditahan di jeruji besi per 31 Mei lalu.

"Penahanan di tingkat persidangan merupakan kewenangan majelis hakim. Mqka kami menghormati majelis hakim Pengadilan Negeri Makassar yang mengabulkan permohonan penangguhan penahanan atas terdakwa Eltinus Omaleng," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu, 3 Juni.

Tak dirinci alasan penangguhan tersebut. Namun, Ali bilang penasehat hukum Eltinus menjadi penjamin dan harus memastikan kliennya tak kabur atau menghilangkan bukti.

Kepastian ini perlu agar sidang dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 yang menjeratnya tak terganggu. "Apabila para terdakwa melarikan diri, maka penjamin bersedia membayar kepada negara uang penjamin sebesar Rp5 miliar," tegas Ali.

Tak sampai di sana, Ali bilang Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK bisa bisa melakukan langkah hukum lanjutan jika eltinus tidak kooperatif dalam persidangan. Sehingga, kesempatan ini diminta tak disalahgunakan.

"KPK berharap proses persidangan pada tahap berikutnya dapat berjalan secara efektif, sehingga segera memberikan kepastian hukum baik kepada terdakwa maupun masyarakat selaku korban korupsi," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Bupati Mimika Eltinus Omaleng ditahan KPK setelah dijemput paksa. Dia menjadi tersangka dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika, Papua.

Selain Eltinus, ada dua tersangka lain yang ditetapkan KPK namun belum ditahan. Mereka adalah Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) Marthen Sawy dan Direktur PT Waringin Megah (WM), Teguh Anggara.

Dalam kasus ini, KPK menduga ada ketidaksesuaian termasuk jangka waktu pekerjaan saat gereja dibangun dan kekurangan volume pekerjaan meski pembayaran sudah dilakukan. Akibatnya, negara merugi hingga Rp21,6 miliar dari nilai kontrak Rp46 miliar.

Selain itu, diduga terjadi berbagai pengaturan oleh Eltinus. Salah satunya menunjuk langsung PT Waringin Megah yang dipimpin Teguh Anggara.

Dari penunjukkan ini diduga terjadi kesepakatan pemberian fee sebesar 10 persen di mana 7 persen untuk Eltinus dan 3 persen Teguh.

Selain itu, diduga ada subkontraktor dari perusahaan lain yaitu PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN) yang bekerja tanpa perjanjian kontrak. Eltinus disebut KPK turut menerima uang sejumlah sekitar Rp4,4 miliar dalam kasus ini.