Jepang Perluas Dukungan untuk "Global Selatan" Atasi China dan Rusia
JAKARTA - Pemerintah Jepang pada Kamis (1/6) memutuskan untuk meningkatkan dukungan infrastruktur untuk negara-negara berkembang, yang disebut sebagai "Global Selatan" (Global South), dalam upaya untuk mengekang ketergantungan mereka pada China dan Rusia untuk bahan komponen penting untuk baterai dan panel surya.
Dikutip dari Antara, dalam memperbarui strateginya untuk memperluas ekspor infrastruktur, Pemerintah Jepang juga menahan diri untuk menyebutkan kerja sama ekonomi dengan Rusia selama dua tahun berturut-turut, karena Moskow telah berperang dengan Ukraina sejak Februari 2022.
Pada konferensi tingkat tinggi (KTT) G-7 yang berakhir pada 21 Mei di Hiroshima, para pemimpin dari negara-negara maju sepakat untuk membentuk kerangka kerja pada akhir tahun ini untuk memperkuat rantai pasokan produk terkait energi terbarukan untuk negara berkembang.
Baca juga:
- Istri Jadi TKI, Ayah Ancam Pakai Sajam Perkosa Anak Kandung 19 Tahun hingga Hamil
- Polisi Duga 4,3 Kg Sabu yang Disita di Konawe Berasal dari Jaringan Narkoba Sultra-Aceh
- Rabies Melanda Timor Tengah Selatan NTT, Kini Kasus Gigitan Anjing Terjadi di 11 Kecamatan
- Kompolnas Minta Polri Gelar Sidang Etik Irjen Napoleon Bonaparte Terpidana Kasus Surat Palsu Djoko Tjandra
Dalam strateginya yang telah direvisi, pemerintahan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida berjanji untuk mempercepat dukungan di Global Selatan untuk pembangunan infrastruktur, termasuk basis manufaktur dan jaringan transportasi, serta penggunaan hidrogen dan amonia.
Jepang, sementara itu, telah membatalkan rencana untuk mempererat kerja sama ekonomi dengan Rusia dalam bidang seperti pengembangan pelabuhan, perawatan medis, dan energi terbarukan, yang disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat itu dalam pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada tahun 2016.
Pemerintah menetapkan target dalam strategi tahun 2020 untuk meningkatkan nilai pesanan infrastruktur bagi perusahaan Jepang menjadi 34 triliun yen (sekitar Rp3.600 triliun) pada tahun 2025. Nilai tersebut mencapai 24,4 triliun yen (sekitar Rp2.600 triliun) pada tahun 2020.