Jokowi Perintahkan Berantas TPPO, BP2MI Siap Laksanakan

JAKARTA - Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) siap menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Perintah Presiden sudah jelas, kami akan melaksanakan sungguh-sungguh di lapangan, komitmen kepada republik dan Merah Putih ini tidak boleh dicederai oleh hadirnya sindikat dan mafia," ujar Kepala BP2MI Benny Rhamdani di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa 30 Mei, disitat Antara.

Benny menyampaikan hal itu setelah mengikuti rapat internal pemberantasan TPPO yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, yang juga mengikuti rapat tersebut, Presiden telah memerintahkan untuk melakukan restrukturisasi satuan tugas pencegahan dan pemberantasan TPPO.

Selain itu, Presiden juga memerintahkan agar jajaran aparat pemerintah, termasuk Polri dan TNI, untuk menempuh langkah-langkah cepat dalam satu bulan ke depan terkait TPPO untuk menunjukkan kepada publik negara hadir dan bertindak cepat.

"Presiden sudah memerintahkan perang melawan sindikat harus terus dilakukan. Negara tidak boleh kalah, negara harus hadir, dan hukum harus bekerja," kata Benny.

Di tubuh BP2MI sendiri, Benny mengungkapkan pihaknya telah melakukan pemecatan terhadap seorang staf berstatus pegawai negeri sipil (PNS) sekira delapan bulan silam karena yang bersangkutan terlibat dalam sindikat penempatan ilegal.

"Ini kejahatan kemanusiaan yang negara tidak boleh tunduk atau kalah melawan para sindikat dan mafia. Naif jika negara ini justru untuk penempatan pekerja dikendalikan oleh sindikat dan mafia," tuturnya.

Benny juga menyampaikan data dalam tiga tahun terakhir BP2MI telah menangani sekira 94.000 pekerja migran Indonesia yang dideportasi dari negara-negara Timur Tengah dan Asia.

Menurut Benny dari jumlah tersebut, 90 persen merupakan mereka yang ketika berangkat melalui jalur tidak resmi dan diberangkatkan oleh sindikat penempatan ilegal.

"Kemudian jenazah kurang lebih 1.900, artinya tiap hari rata-rata dua peti jenazah masuk tanah air. Sama, 90 persen adalah mereka yang dulu berangkat secara tidak resmi, korban penempatan sindikat ilegal," ujar Benny.

Selain itu Benny menyampaikan terdapat data bahwa ada sedikitnya 3.600 PMI yang mengalami sakit, depresi, hilang ingatan, bahkan cacat secara fisik.

Benny menambahkan bahwa peringatan tentang praktik TPPO sudah muncul sejak data Bank Dunia yang menyebut pada 2017 terdapat 9 juta warga negara Indonesia bekerja di luar negeri.

Padalah data Sistem Komputerisasi (Sisko) P2MI mencatat kala itu hanya ada 4,7 juta PMI di luar negeri.

"Jadi asumsinya ada 4,3 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri yang berangkat secara unprocedural dan diyakini (dikirim) oleh sindikat penempatan ilegal," pungkasnya.