Kasus Ayah Setubuhi Anak Tiri di Lombok Barat Siap Disidangkan

NTB - Kasus seorang ayah inisial GZ (35) menyetubuhi anak tiri di wilayah Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) kini ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram.

Kepala Subdirektorat IV Bidang Remaja, Anak, dan Wanita Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati mengatakan, pihaknya baru saja melimpahkan tersangka dan barang bukti kasus itu ke jaksa penuntut umum.

"Iya, jadi, tahap dua untuk kasus persetubuhan dan/atau pelecehan seksual fisik yang dilakukan oleh ayah kepada anak tiri ini sudah kami laksanakan hari ini. Dengan terlaksananya tahap dua ini, penanganan kasus di kami sudah tuntas," kata Pujawati di Mataram, NTB, Kamis 25 Mei, disitat Antara.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Ida bagus Putu Widnyana membenarkan Polda NTB telah melaksanakan tahap dua dalam kasus ayah menyetubuhi anak tiri ini. Maka dari itu tersangka akan segera menjalani sidang atas kasus yang menjeratnya.

"Tindak lanjut dari pelimpahan ini, tersangka kini kami tahan dengan menitipkan yang bersangkutan di Lapas Kelas IIA Mataram," ujar Pujawati.

Ida menjelaskan, kasus dugaan asusila terhadap korban yang masih berusia anak ini terungkap dari adanya laporan.

Tindak lanjut laporan, pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan menemukan alat bukti yang menguatkan peran GZ sebagai tersangka.

Menurut hasil gelar perkara di tingkat penyidikan, terungkap bahwa GZ melakukan aksi kejahatan tersebut di rumahnya di wilayah Gunungsari.

Tersangka melakukan perbuatan asusila terhadap korban secara berulang. Dari catatan pemeriksaan kepolisian, sebanyak lima kali.

Modus tersangka sampai bisa melakukan aksi bejat pun terungkap dengan berpura-pura menyisir rambut sambil memangku korban. Modus lainnya, tersangka dengan sengaja meminta pijit kepada korban.

Dengan hasil gelar demikian, polisi pun menetapkan GZ sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Juncto Pasal 76D Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 6C Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.