Jokowi Disindir Terlalu Jauh Urusi Pilpres, PDIP: Pak JK Juga Terlibat Kampanye 2019
JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) pasang badan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dituding terlalu jauh urusi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal semacam ini sebenarnya dianggap bukan sesuatu yang baru karena presiden sebelumnya juga kerap melakukan pertemuan politik jelang kontestasi lima tahunan.
Pernyataan tersebut disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menanggapi pernyataan Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla. Dia menyinggung JK juga dulu pernah menjabat sebagai Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019.
"Ya, sebenarnya secara empiris ini juga dilakukan sebelumnya oleh presiden sebelumnya. Kemudian juga oleh pak JK sekalipun ketika berbicara dan beliau kan juga menjadi dewan pengarah di dalam tim kampanye dari Pak Jokowi-Kiai Haji Ma’rif Amin (di Pilpres 2019, red)," kata Hasto kepasa wartawan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta Pusat, Senin, 8 Mei.
PDIP tak mau ambil pusing dengan pernyataan JK. Bagi Hasto, setiap orang punya kebebasan menyampaikan pendapatnya.
Lagipula, pertemuan koalisi pendukung pemerintah yang tak mengundang Partai NasDem itu membahas masalah kepentingan bangsa. "Tetapi tentu saja pak JK berpendapat, ya, beliau memang punya kebebasan menyampaikan pendapatnya," tegasnya.
"Sebagai pihak yang saat itu mendengar secara langsung dari ibu Megawati Soekarnoputri, terhadap apa yang dibicarakan di Istana Negara, itu sesuatu hal yang betul-betul berkaitan dengan kepentingan bangsa dan negara ke depan," lanjut Hasto.
Sementara terkait tidak diundangnya NasDem, Hasto mewajarkan hal tersebut. Apalagi, partai besutan Surya Paloh sudah mengusung calon presidennya yaitu eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Mengapa dari Bapak Surya Paloh tidak diundang, sangat jelas penjelasan dari bapak Presiden Jokowi, karena memang dari rekam jejak yang disampaikan oleh bapak Anies Baswedan, itu kan juga menunjukkan hal-hal yang sifatnya berbeda," ujarnya.
Namun, Hasto memastikan Presiden Jokowi tetap mendengarkan masukan dari pihak manapun. Termasuk mereka yang punya pandangan berbeda.
"Sebagai tokoh yang terus mendengarkan kritik, mendengarkan masukan, dan kepemimpinannya merangkul, bapak Jokowi mendengarkan seluruh aspek-aspek, masukan, kritik, dan sebagainya," ungkapnya.
Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla meminta Presiden Jokowi mengikuti pendahulunya, Megawati dan SBY yang tidak banyak mencampuri urusan politik di jelang akhir masa jabatannya. Hal itu dimaksudkan agar demokrasi di Indonesia bisa berjalan dengan baik.
"Menurut saya, Presiden seharusnya seperti Ibu Mega, SBY, itu akan berakhir maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam suka atau tidak suka dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratis lah," kata JK usai menerima kunjungan Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, di kediamannya, Jalan Brawijaya Nomor 6, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu malam, 6 Mei.
JK mengaku, dirinya sangat menyayangkan sikap istana yang tidak mengundang Partai NasDem pada pertemuan ketua partai koalisi pendukung pemerintah di Istana Presiden beberapa waktu lalu.
Seharusnya, menurut JK, NasDem diundang karena hingga saat ini partai yang diketuai Surya Paloh itu masih merupakan partai pendukung pemerintah. Karena itu, JK beranggapan pertemuan di Istana tersebut adalah pembahasan politik.
Baca juga:
"Kalau pertemuan membicarakan, karena ini di Istana membicarakan tentang urusan pembangunan apa itu wajar saja, tapi kalau bicara pembangunan saja mestinya Nasdem diundang. Berarti ada pembicaraan politik," pungkasnya.