Ini Penjelasan Menlu Retno Pilih Non-Megaphone Diplomacy saat Komunikasi dengan Rezim Militer hingga Etnis Bersenjata Myanmar
JAKARTA - Indonesia sebagai Ketua ASEAN terus melakukan komunikasi dengan semua pihak di Myanmar sesuai dengan mandat Konsensus Lima Poin (5PC), untuk menghentikan kekerasan dan mencari jalan keluar penyelesaian konflik di negara itu, kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi Hari Jumat.
Menlu Retno mengatakan, Indonesia sebagai Ketua ASEAN melakukan puluhan komunikasi dengan berbagai pihak di Myanmar, baik secara virtual maupun kunjungan ke lapangan.
"Fokus kita saat ini adalah, pertama, melakukan engagements dengan sebanyak mungkin stakeholders. Engagements dengan semua pihak ini merupakan mandat 5PC. Dan selama 4 bulan ini, kita telah melakukan lebih dari 60 kali engagements dengan berbagai pihak di Myanmar," jelas Menlu Retno saat memberikan keterangan di Jakarta, Jumat 5 Mei.
"Engagements dilakukan baik dalam bentuk in-person virtual maupun dalam bentuk kunjungan lapangan," sambungnya.
"Engagements dilakukan dengan berbagai stakeholders seperti SAC (militer Myanmar), NUG (pemerintah sipil bayangan) dan EAO (etnis bersenjata). Juga dengan negara kunci atau tetangga seperti India, RRT, AS, EU, Jepang, Thailand dan juga dengan PBB," urai Menlu Retno.
Lebih jauh dijelaskan olehnya, Indonesia mendorong segera dilakukannya dialog nasional yang inklusif di Myanmar. Meski diakui, perbedaan posisi di antara stakeholder yang ada di Myanmar cukup lebar dan dalam.
"Indonesia tidak akan menyerah sebagai Chair dan akan terus mencoba memainkan peran sebagai jembatan dari berbagai perbedaan dan akan terus melakukan engagements," sebutnya.
Pada tahap awal keketuaan, lanjut Menlu Retno, Indonesia memutuskan untuk mengambil pendekatan non-megaphone diplomacy.
Bukan tanpa alasan, menurut Menlu Retno, tujuannya untuk memberikan ruang bagi para pihak untuk membangun trust, serta agar para pihak lebih terbuka dalam berkomunikasi.
"Pendekatan ini disambut baik oleh para pihak, termasuk stakeholders di Myanmar. Non-megaphone diplomacy atau quiet diplomacy bukan berarti Indonesia tidak melakukan apapun. Yang terjadi sebaliknya, dalam empat bulan ini Indonesia telah melakukan banyak hal yang mudah-mudahan akan menjadi modal bagi upaya selanjutnya," papar Menlu Retno.
Berikutnya, Indonesia menyuarakan pentingnya segera dihentikannya penggunaan kekerasan yang belakangan meningkat di Negeri Seribu Pagoda.
Ditegaskannya, Indonesia sebagai Ketua ASEAN mengecam keras penggunaan kekerasan yang mengakibatkan semakin banyaknya korban warga sipil.
Baca juga:
- Sukses Evakuasi 995 WNI dari Sudan, Ini Penjelasan Menlu Retno Indonesia Pilih Operasi Senyap
- Filipina Selamatkan 1.048 Korban Online Scams, 143 di Antaranya WNI
- Baku Tembak dengan Taliban, Enam Tentara Pakistan Tewas
- PM Belanda Sebut Tidak Ada yang Tabu Soal Jet Tempur F-16 di Hadapan Presiden Zelensky, Bakal Dikirim ke Ukraina?
"Kekerasan harus dihentikan. Saya ulangi, kekerasan harus segera dihentikan. Tanpa dihentikannya kekerasan, tidak akan ada perdamaian di Myanmar. Dan keselamatan rakyat Myanmar harus terus menjadi perhatian kita semua," tegasnya.
Ditambahkan olehnya, mengenai bantuan kemanusiaan yang juga mandat 5PC, akan dikoordinir oleh Sekjen ASEAN dan dijalankan oleh AHA Centre.
"Ada dua tahap bantuan kemanusaiaan. Tahap pertama terkait dengan life saving, telah selesai dilakukan karena terkait dengan bantuan penanggulangan COVID-19. Masuk ke tahap kedua (life sustaining). Tahap kedua ini sempat alami hambatan karena kurangnya akses kepada AHA Centre untuk menjangkau penduduk yang memerlukan, terutama di wilayah-wilayah yang di luar kontrol militer Myanmar. Terdapat perkembangan di bidang kemanusiaan ini yang saat ini masih terus berproses," pungkasnya.