Brian Acton: Signal Tidak Akan Ikuti WhatsApp
JAKARTA - Belum lama ini, popularitas aplikasi Signal mendadak meroket setelah WhatsApp mengeluarkan kebijakan baru dan “memaksa” penggunanya agar mau membagi data dengan Facebook. Jika tidak, WhatsApp akan menghapus akun tersebut.
Banyak orang yang secara terang-terangan menyatakan diri untuk berpindah ke aplikasi pengiriman pesan seperti Signal. Namun, Brian Acton, pendiri Signal sekaligus salah satu orang yang turut mendirikan WhatsApp ini juga mengungkapkan bahwa orang-orang tidak harus pindah dari WhatsApp.
Acton menambahkan bahwa aplikasi buatannya, Signal, merupakan pilihan lain. Ia berharap, nantinya orang-orang menggunakan Signal untuk menjalin percakapan dengan orang-orang terdekat, terutama keluarga dan teman dekat. Sedangkan WhatsApp bisa digunakan untuk keperluan lainnya.
Bos Signal itu juga mengatakan bahwa perusahaannya tidak akan mengikuti apa yang dilakukan oleh WhatsApp.
“Saya tidak mempunyai keinginan untuk melakukan semua hal yang dilakukan WhatsApp. Keinginan saya adalah memberikan pilihan kepada orang-orang,” ujar Acton sebagaimana yang dilansir dari Tech Crunch.
Sebagai imbasnya, jika orang-orang tidak diberikan pilihan maka mereka akan terjebak dengan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan. Pada awal Januari, WhatsApp menggulirkan kebijakan barunya agar pengguna mau berbagi data dengan Facebook dengan sedikit “ancaman”, mereka akan menghapus akun pengguna yang tidak setuju setelah 8 Februari.
Baca juga:
Namun, setelah ramainya laporan dari para pengguna WhatsApp yang mengeluhkan sekaligus mengkhawatirkan efek kebijakan baru tersebut, perusahaan mengundur waktu penghapusan akun pengguna yang tidak setuju berbagai data dengan induk perusahaan Facebook hingga 15 Mei.
WhatsApp berdalih bahwa banyak pengguna yang kebingungan karena informasi terkait kebijakan yang mereka keluarkan. Acton memandang hal ini dengan mengungkapkan bahwa informasi “kebijakan” baru yang digulirkan memang terbilang rumit.
Menurut Acton, WhatsApp ingin menggabungkan sejumlah fitur monetisasi sambil berharap tetap bisa melindungi privasi penggunanya.
“Kami juga senang ada pembicaraan mengenai privasi online dan keamanan digital, kemudian orang-orang pindah ke Signal sebagai jawabannya,” kata Acton.
Acton mengatakan bahwa model bisnis yang sedang dijalankan Signal tidak sama dengan yang sedang diterapkan WhatsApp. Signal hanya mengandalkan pendapatan dari donasi dalam menjalankan bisnis, tidak lewat jalur monetisasi.
Salah satu kritikan yang kerap diterima WhatsApp adalah platfom tersebut tidak cukup mampu menangkal persebaran informasi palsu yang berakibat pada tindakan nyata. Tech Crunch mempertanyakan bagaimana jika hal yang sama terjadi pada Signal. Ia mengatakan bahwa hal ini merupakan tantangan yang sulit, karean teknologi dan platform memiliki tanggung jawabnya masing-masing.
Keduanya bisa melakukan banyak hal, terutama ketika tidak bisa melihat konten pembicaraan. Untuk menangkal kejadian tersebut, Acton melontarkan pesannya.
“Anda harus mengajari anak-anak tentang tanggungjawab digital yang baik. Jangan langsung menerima informasi yang baru didapat. Pahami sumbernya. Pahami sumber-sumber yang terpercaya. Sebagai bagian dari masyarakat, ajari tiap anggota cara kerjanya,” kata Acton merujuk ke masa awal internet di mana penipuan lewat email merajalela dan seiring berjalannya waktu, orang-orang belajar cara mengidentifikasinya.