Moskow Sebut Rusia Tidak Ingin Eskalasi Nuklir dengan Barat, Tapi Jangan Diuji Kesabarannya
JAKARTA - Rusia tidak berniat untuk mengambil jalur eskalasi nuklir dalam kebuntuannya dengan Barat terkait Ukraina, namun pihak-pihak lain seharusnya tidak menguji kesabarannya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan pada Hari Kamis.
Komentarnya menyusul serangkaian peringatan dari para pejabat senior Rusia, termasuk Presiden Vladimir Putin, bahwa dukungan militer Barat untuk Ukraina meningkatkan risiko konflik nuklir yang dahsyat.
"Kami akan melakukan segalanya untuk mencegah perkembangan kejadian-kejadian yang sesuai dengan skenario terburuk, namun tidak dengan mengorbankan kepentingan vital kami," ujar Zakharova dalam sebuah konferensi pers reguler, dilansir dari Reuters 28 April.
"Saya tidak menyarankan siapa pun untuk meragukan tekad kami dan mengujinya dalam praktik," tambah Zakharova.
Diketahui, Rusia telah mengkritik keras pasokan senjata Barat ke Ukraina dan perluasan aliansi militer NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) yang lebih dekat ke perbatasannya.
Finlandia, yang berbatasan langsung dengan Rusia, bulan ini menjadi anggota ke-31 NATO. Sementara Ukraina sendiri juga ingin bergabung, meskipun menghadapi tentangan dari beberapa negara.
"Mereka (Amerika Serikat) terus dengan sengaja melanggar kepentingan fundamental kami, dengan sengaja menimbulkan risiko dan meningkatkan pertaruhan dalam konfrontasi dengan Rusia," kritik Zakharova.
Diberitakan sebelumnya, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, sekutu dekat Presiden Putin, mengatakan pada awal pekan ini, dunia "sangat mungkin berada di ambang perang dunia baru".
"Anda telah mengatakan Rusia tidak akan pernah menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu. Tetapi, sebenarnya tidak demikian," kata Medvedev mengomentari pernyataan salah satu peserta, dilansir dari TASS.
Mantan Presiden Rusia tersebut kemudian mengutip paragraf 19 dari doktrin nuklir Rusia.
"Dinyatakan secara eksplisit bahwa senjata nuklir dapat digunakan ketika agresi dilakukan terhadap Rusia dengan penggunaan jenis senjata lain yang membahayakan keberadaan negara. Pada dasarnya, penggunaan senjata nuklir sebagai tanggapan atas tindakan tersebut. Musuh potensial kita tidak boleh meremehkan hal ini," tegasnya.
Baca juga:
- Dewan Keamanan Mengutuk Larangan Perempuan Afghanistan Bekerja untuk PBB yang Dikeluarkan Pemerintah Taliban
- Faksi yang Bertikai di Sudan Setujui Perpanjangan Gencatan Senjata, Tapi Pertempuran Terus Berlanjut
- 111 WNI Diterbangkan dari Sudan ke Jeddah Hari Ini, Pemulangan ke Tanah Air Berikutnya Dilakukan Besok dan Lusa
- Evakuasi WNI dari Sudan Gunakan Pola Estafet, Menlu Retno: Situasi Sangat Cair dan Dinamis
Presiden Putin menyebut perang 14 bulan di Ukraina - yang disebut sebagai "operasi militer khusus" - sebagai pertempuran eksistensial dengan Barat yang agresif dan arogan, mengatakan Rusia akan menggunakan semua cara yang tersedia untuk melindungi diri dari agresor mana pun.
Sementara, Amerika Serikat dan sekutunya telah mengutuk perang Rusia di Ukraina sebagai perampasan tanah.
Sedangkan Ukraina telah bersumpah untuk melawan sampai semua pasukan Rusia menarik diri dari wilayahnya, mengatakan retorika Rusia mengenai perang nuklir dimaksudkan untuk mengintimidasi Barat agar membatasi bantuan militer.