Usai Diperiksa KPK, Gubernur Bengkulu Bantah Terlibat Kasus Edhy Prabowo
JAKARTA - Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menyelesaikan pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap izin ekspor benur untuk tersangka Edhy Prabowo.
Usai diperiksa, Rohidin membantah dirinya maupun kerabat terlibat dalam kasus dugaan suap ini. Rohidin mengklaim dalam pemeriksaan ini dicecar penyidik mengenai kewenanvan perizinan dan proses dalam eksport benih lobster.
"Tidak ada sama sekali. Kita terkait dengan bagaimana kewenangan perizinan dan prosesnya," kata Rohidin Mersyah kepada wartawan usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 18 Januari.
Rohidin mengaku kehadirannya ini dalam kapasitas sebagai saksi terkait penyidikan kasus Edhy Prabowo.
"Saya sebagai warga negara yang baik saya datang memberikan keterangan sebagai saksi terkait dengan kasus yang sedang ditangani KPK," kata Rohidin.
Baca juga:
Dalam kasus ini, selain Edhy Prbaowo, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya, yakni staf khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Safri (SAF), staf khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Andreau Pribadi Misata (APM).
Selanjutnya, Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy, dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).
Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya, pada tanggal 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar untuk keperluan Edhy dan istrinya, Iis Rosita Dewi, serta Safri dan Andreau.
Uang itu diduga untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sekitar Rp750 juta, di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, serta baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100.000 dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.