Muslim di Amerika Serikat Perjuangkan Idulfitri Sebagai Hari Libur Sekolah

JAKARTA - Masyarakat Muslim di Amerika Serikat tengah berusaha untuk menjadikan Idulfitri sebagai hari libur sekolah, layaknya libur hari besar keagamaan yang dirasakan Muslim di tempat lain.

Semuanya berawal tahun lalu, ketika putra tertua Saamih Bashir, Kareem, murid kelas sembilan di Negara Bagian Michigan, AS, mulai mengeluh karena tidak pernah libur sekolah selama Idulfitri.

Alih-alih bisa menikmati perayaan dan waktu bersama keluarganya, Kareem mengaku stres.

"Dia pergi ke rapat dewan sekolah dan mengatakan, kami selalu harus berjuang selama Idulfitri, selalu harus memilih antara tugas sekolah dan merayakan liburan," kata Bashir (47) seorang ayah empat anak Muslim-Amerika, seperti melansir The National News 13 April.

Sekarang Bashir dan yang lainnya sedang dalam proses membentuk dewan orang tua Muslim. Mereka juga berupaya mengajukan petisi resmi yang meminta sistem sekolah Komunitas Plymouth Canton agar Idulfitri, yang menandai akhir bulan Puasa Ramadan, dinyatakan sebagai liburan sekolah.

Sebuah studi tahun 2021 oleh Pew Research Center menemukan ada sekitar 3,85 juta Muslim di AS, sedikit lebih dari 1 persen populasi. Dari jumlah itu, sekitar 1,35 juta merupakan anak usia sekolah.

Sebagian besar distrik sekolah di seluruh negeri secara historis mempertahankan kalender yang hanya memperhitungkan hari libur Kristen, terutama Natal dan Paskah. Beberapa distrik dengan populasi Yahudi yang besar juga memperingati hari raya Yahudi.

Pada tahun 2015, Kota New York, di mana sekitar 10 persen populasi usia sekolah diidentifikasi sebagai Muslim, mengumumkan akan meliburkan sistem sekolah umum untuk memperingati Iduladha dan Idul fitri.

Ilustrasi Muslim di Amerika Serikat. (Wikimedia Commons/USDA Media/Lance Cheung)

Sementara, beberapa distrik sekolah lain di kota-kota besar mengikutinya, termasuk Philadelphia, Baltimore, dan sejumlah distrik di Minnesota yang semuanya memiliki populasi Muslim yang cukup besar.

Sekarang, lebih banyak siswa dan orang tua di distrik-distrik yang lebih kecil di Michigan, California, New Jersey, Connecticut dan komunitas lain di seluruh negeri menganjurkan liburan Muslim untuk diintegrasikan ke dalam kalender sekolah.

"Putra saya melakukan bagiannya dan saya melakukan bagian saya," kata Bashir, yang tinggal di Canton, Michigan.

"Saya tidak menyerah. Jika satu cara tidak berhasil, saya akan mencoba cara lain. Dan saya akan terus berusaha sampai itu terjadi," sambungnya.

Canton, terletak di sebelah barat Kota Detroit, berpenduduk sekitar 100.000 jiwa. Untuk Idulfitri, Bashir, yang lahir di Kairo, mengatakan sekitar 4.000 orang biasanya datang untuk salat dan perayaan di tiga masjid di kota itu.

Setelah salat, masjid mengadakan festival dengan truk makanan, permainan, dan wahana untuk anak-anak.

"Ketika siswa berada di distrik sekolah yang diliburkan untuk Idulfitri, itu adalah tanda yang sangat jelas bahwa distrik sekolah melihat mereka sebagai komponen yang layak dari komunitas distrik sekolah mereka," terang Amaarah DeCuir, dosen senior pendidikan di Universitas Amerika di Washington.

"Itu dilihat sebagai tindakan validasi untuk prioritas agama mereka," lanjutnya.

Menurut penelitiannya, sejauh ini sekitar 19 distrik sekolah telah mengambil langkah tersebut, katanya.

Tapi ada banyak tantangan, kata DeCuir, termasuk kekhawatiran umum di kalangan administrator sekolah bahwa mengakui hari libur Muslim berarti kelompok agama minoritas lainnya di AS dapat membuat tuntutan serupa, pada saat anak sekolah sudah memiliki banyak hari libur setiap tahun.

"Ada gagasan bahwa jika kita tutup untuk liburan ini, apakah kita tutup untuk semua hari libur? Bagaimana kita membuat keputusan ini?" ujar DeCuir.

Hasil riset menunjukkan, siswa berprestasi lebih baik secara akademis ketika mereka berada dalam lingkungan inklusif yang memupuk rasa memiliki mereka.

Menyusul serangan 9/11, Muslim di Amerika menjadi sasaran kejahatan rasial dan diskriminasi, termasuk di sekolah. Di bawah mantan presiden Donald Trump, yang menjabat pada tahun 2016, Islamofobia bangkit kembali setelah dia membuat sejumlah komentar yang menghasut, termasuk dengan salah mengklaim bahwa Muslim di New Jersey telah merayakan serangan 9/11.

Pemerintahannya juga mengeluarkan undang-undang yang melarang warga negara dari beberapa negara mayoritas Muslim memasuki negara itu.

Meskipun demikian, Muslim Amerika telah memperoleh visibilitas yang lebih positif. Pada tahun 2019, dua wanita Muslim terpilih menjadi anggota Kongres, dan pemilihan paruh waktu tahun 2022 memperlihatkan rekor jumlah Muslim Amerika yang terpilih untuk menjabat.

Bashir mengatakan, dia berharap usahanya akan segera berhasil. Sejauh ini, lebih dari 400 orang tua telah menandatangani petisi untuk menjadikan Idulfitri sebagai hari libur.

"Itu sangat berarti bagi kami. Pertama-tama, anak-anak akan merasa seperti milik mereka, bahwa mereka sama seperti orang lain," harapnya.