Ombudsman Nilai RUU Kesehatan Belum Akomodasi Kelompok Rentan
JAKARTA - Ketua Ombudsman Mokhammad Najih menilai bahwa Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan belum mengakomodasi hak-hak kesehatan kelompok rentan dalam memperoleh layanan kesehatan.
"Kelompok rentan termasuk kaum marginal, difabel, anak-anak, perempuan, dan masyarakat yang ada di 3T (terjauh, terluar, tertinggal)," kata Najih dalam Diskusi Publik tentang "RUU Kesehatan", yang diikuti di Jakarta, Selasa 11 April, disitat Antara.
Dia bilang, setiap orang berhak atas layanan kesehatan yang berkualitas, adil, dan tanpa diskriminasi. "Dalam mewujudkannya, merupakan tanggung jawab negara, pemerintah pusat dan daerah," imbuhnya.
Di RUU Kesehatan, menurut dia, disebutkan setiap orang bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Di samping itu, kata Mokhammad Najih, hak masyarakat untuk mengakses informasi kesehatan perlu menjadi perhatian pemerintah dan diatur dalam RUU ini.
"Yaitu hak untuk memperoleh informasi dan edukasi dari tenaga medis dan atau tenaga kesehatan yang perlu diatur dalam RUU ini," katanya.
Baca juga:
- Koalisi Besar Dianggap Bahayakan Demokrasi, Golkar: Mereka Punya Sudut Pandang Beda
- Jadi Sorotan Gegara Polemik di Internal KPK, Ternyata Kekayaan Firli Bahuri Capai Rp22,8 Miliar
- Tanggapi Rencana Pidato Kejutan Anas Urbaningrum, Demokrat: Silakan Asal Tak Ganggu Publik
- Kala Anggota DPR Bertaruh Keseimbangan di Gerbong KRL Penuh Sesak Menuju Stasiun Palmerah
Kedua, pembagian urusan pelayanan kesehatan.
Pihaknya meminta agar pemda dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, pelaksanaan layanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan.
Lebih lanjut, Ombudsman menilai bahwa dalam rangka memberikan layanan kesehatan yang baik bagi masyarakat, agar tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat semata.
Pemerintah daerah harus turut berkontribusi dan diperlukan kesiapan serta tanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, khususnya dalam hal ketersediaan sumber daya kesehatan, tenaga kesehatan, dan sistem pembiayaan kesehatan di daerah.
"Untuk itu, perlu ada pembagian urusan penyelenggaraan pelayanan kesehatan ini tidak hanya diambil kebijakan di pusat, tetapi juga kewenangan daerah perlu diperjelas," tuturnya.
Terutama yang berkaitan dengan perizinan, misalnya perizinan praktik tenaga kesehatan, mulai dari praktik dokter, praktik perawat, dan praktik apoteker.