UOB Indonesia: Masyarakat Harus Pahami Literasi Keuangan agar Terhindari dari Investasi Bodong
JAKARTA - Head of Deposit & Wealth Management UOB Indonesia Vera Margaret menyatakan bahwa masyarakat harus memahami literasi keuangan agar terhindar dari investasi bodong.
Meskipun ada peningkatan Single Investor Identification (SID) dalam pasar modal dari 2,48 juta investor pada tahun 2019 menjadi 10 juta pada November 2022, tetapi tidak diiringi kenaikan pemahaman terhadap literasi investasi.
“Berdasarkan data dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) pada 2022, di saat penetrasi dari SID yang berkali-kali lipat, tapi ternyata pengetahuan literasi investasi terus berkurang. Berarti ada yang salah,” ucap dia dalam Media Gathering dan Literasi "Preserve and Grow Your Wealth Through Risk-First Approach” di Teras Ramayana, Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat 31 Maret.
Data OJK pada 2022 mencatat bahwa seiring adanya peningkatan minat berinvestasi, akses terhadap produk keuangan di sektor pasar modal meningkat pada 2022 ke 5,19 persen dari sebelumnya 1,55 persen pada tahun 2019. Namun, literasi keuangan di sektor pasar modal menurun dari 4,97 persen pada 2019 menjadi 4,11 persen pada 2022.
Dengan kenaikan jumlah SID, lanjut dia, seharusnya berjalan seiring dengan peningkatan jumlah literasi keuangan.
“Dari yang mempelajari (literasi keuangan) pun mungkin tidak semuanya berinvestasi. Keadaan saat ini terbalik, lebih banyak yang berinvestasi daripada yang mengerti. Nah, itu sebabnya investasi-investasi bodong terjadi,” ungkap Vera.
Baca juga:
Pada 2022, Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi (SWI) menyampaikan Indonesia mengalami kerugian akibat investasi bodong sebesar Rp109 triliun. Belum lagi ditambah kasus investasi bodong Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang merugikan nasabah sebesar Rp106 triliun di akhir tahun lalu.
Karena itu, masyarakat perlu mempelajari terlebih dahulu sebelum berinvestasi dalam bentuk apapun.
“Misalnya hendak berinvestasi emas, maka harus dipelajari pergerakan emas seperti apa, belinya di mana, jualnya seperti apa, institusi apa yang terpercaya, historical-nya seperti apa. Sama halnya mau investasi reksadana, harus diketahui track record-nya sudah berapa lama, siapa yang mengelola, laporan tahunannya selama ini seperti apa, pergerakannya dari bulan ke bulan, apakah hasil investasi stabil atau tidak, (dan sebagainya,” kata dia.