Kapan Pupuk Kaltim IPO? Ini Penjelasan Wamen BUMN

JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan kabar terbaru terkait rencana penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) PT Pupuk Kalimantan Timur (Persero) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebelumnya, Pupuk Kaltim ditargetkan bisa melantai di BEI pada semester I-2023.

Wakil Menteri BUMN I, Pahala Nugraha Mansury mengatakan bahwa rencana IPO Pupuk Kaltim tersebut belum diputuskan. Hal ini karena pemegang saham masih melihat dinamika pasar modal saat ini.

“Kita belum putuskan saat ini. Karena market-nya itu," ungkap Pahala saat ditemui wartawan di Menara Reksadana, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Maret.

Ditemui terpisah, Direktur Utama Pupuk Kaltim Rahmad Pribadi mengatakan saat ini masih mempersiapkan sejumlah persyaratan administrasi yang sudah ditentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Otoritas Bursa.

Sejalan dengan itu, kata Rahmad, perseroan juga mengambil berbagai inisiatif agar kinerja keuangan perusahaan tetap terjaga hingga resmi melantai di BEI.

“IPO ini kan shareholder, kita menunggu arahan pemerintah, tugas kita adalah mempersiapkan. Mempersiapkannya tidak hanya dengan langkah-langkah adminitratif IPO tadi, tapi juga mempersiapkan menjaga kinerja keuangan yang terbaik,” ujarnya saat ditemui di The Langham Hotel, Jakarta, Rabu, 29 Maret.

Lebih lanjut, Rahmad mengatakan meski IPI menjadi opsi pendanaan pemegang saham untuk mendanani industri pupuk, namun Pupuk Kaltim sendiri masih memiliki alternatif pembiyaan lain.

“IPO adalah salah satu opsi pendanaan tapi tidak menjadi satu-satunya opsi, karena Pupuk Kaltim kan kinerja keuangannya kan bagus. Jadi kita punya opsi yang banyak, nanti kita lihat bagiaman strategi pemerintah untuk pendanaan pengembangan industri pupuk,” jelasnya.

Sekadar informasi, PT Pupuk Kalimantan Timur (Persero) sukses mengantongi laba bersih Rp 14,59 triliun sepanjang 2022 lalu. Angka tersebut naik 137 persen dari tahun lalu.

Kinerja cemerlang ini merupakan hasil dari kerja perseroan dalam melakukan efisiensi biaya produksi di tengah kenaikan harga gas di Indonesia.