Sekali Lagi Mengingatkan Pentingnya Deteksi Dini Kanker Payudara
JAKARTA – Kanker payudara masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Jumlah penderita mencapai 65.858 kasus atau 16,6 persen dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia menurut laporan Global Burden of Cancer Study (Globocan) pada 2020. Sebanyak 22 ribu kasus di antaranya berujung kematian.
Ini, kata Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) Linda Agum Gumelar, karena 70 persen penderita datang ke dokter sudah dalam stadium lanjut.
“Seandainya datang sejak awal dan langsung diperiksakan ke dokter serta ditangani secara medis, maka angka harapan hidupnya lebih tinggi,” kata Linda dalam talkshow ‘Peduli Sadari Sejak Dini’ bersama Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) pada 14 Maret 2023.
Masyarakat harus terus diedukasi. Kanker payudara sebenarnya bukanlah penyakit yang menakutkan. Penyakit ini bisa sembuh asal dideteksi sejak dini.
“Terutama wanita, jangan malas deteksi dini dengan melakukan Sadari (Periksa Payudara Sendiri). Tidak perlu takut,” ungkap dokter spesialis bedah onkologi dari RSPAD Gatot Subroto, Agus Sutarman dalam acara berbeda.
Bila ada benjolan dan selama 2 kali masa haid tidak hilang, segera periksakan ke dokter.
“Belum tentu kanker, mungkin hanya tumor jinak atau faktor lain. Seandainya memang benar kanker, juga tak perlu terlalu khawatir,” kata Agus seperti penjelasannya dalam akun YouTube YKPI.
Penanganan yang dilakukan sejak awal hasilnya lebih maksimal. Tidak semua kanker payudara harus dikemoterapi, disinar, atau operasi pengangkatan payudara.
“Kalau sedari awal, penanganan mungkin cukup dengan mengangkat tumornya dan beberapa kelenjar getah bening di ketiak. Jangan berpikir datang ke dokter pasti payudaranya akan diangkat, enggak seperti itu,” Agus menjelaskan.
“Juga, jangan khawatir ketika melakukan biopsi. Ini tidak membuat tumor menyebar, justru dengan biopsi dapat diketahui tumor tergolong jinak atau ganas. Kalau jinak, bisa operasi atau lewat suntikan. Tapi kalau ganas, maka harus segera ditindaklanjuti. Kalau tidak, khawatir akan menyebar,” lanjutnya.
Lakukan Sadari
Deteksi dini dengan melakukan Sadari, menurut Agus, harus dilakukan rutin minimal satu kali setiap bulan. Agar lebih akurat, lakukan satu pekan setelah selesai haid.
“Kalau baru selesai haid, kelenjar payudara masih mengalami pembengkakan, kadang benjolan kecil tidak teraba. Kalau sepekan setelah haid, kadar estrogennya sudah turun sehingga kelenjar payudaranya sudah tidak terlalu padat,” kata Agus.
Sadari dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut seperti ditukil dari laman resmi YKPI:
- Perhatikan dengan teliti payudara di muka cermin dengan kedua lengan lurus ke bawah. Perhatikan bila ada benjolan atau perubahan bentuk dan ukuran pada payudara. (Payudara kanan dan kiri secara normal tidak persis sama).
Angkatlah kedua lengan ke atas sampai kedua lengan berada di belakang kepala dan busungkan dada.
- Tekanlah kedua tangan kuat-kuat pada pinggul dan gerakan kedua lengan dan siku ke depan sambil mengangkat bahu. Cara ini akan menegangkan otot-otot dada. Perubahan-perubahan seperti cekungan dan benjolan akan terlihat.
- Angkat lengan kiri, rabalah payudara kiri dengan tiga ujung jari-jari yang dirapatkan. Perabaan dapat dilakukan dengan cara:
Gerakan memutar dengan tekanan lembut, dimulai dari pinggang atas (posisi jam 12) dengan mengikuti arah jam bergerak ke tengah (arah puting), gerakan dari atas ke bawah dan sebaliknya, dan gerakan dari bagian tengah ke arah luar. Lakukan hal yang sama pada payudara kanan.
- Tekan perlahan daerah sekitar puting kedua payudara dan amatilah apakah keluar cairan yang tidak normal.
Berbaringlah dengan tangan kiri di bawah kepala. Letakan bantal kecil di bawah kepala. Letakkan bantal kecil di bawah bahu kanan. Rabalah seluruh permukaan payudara secara bergantian.
- Berilah perhatian khusus pada payudara bagian atas dekat ketiak kanan dan kiri, sebab di daerah tersebut banyak ditemukan tumor payudara. Jika ditemukan kelainan atau ada perubahan dibandingkan dengan keadaan pada bulan sebelumnya maka segera periksakan diri ke dokter.
“Kelainan yang perlu diperhatikan adalah perubahan bentuk dan ukuran, teraba benjolan, nyeri, terdapat cekungan kulit seperti lesung pipit, pengerutan kulit payudara, keluar cairan dari puting, penarikan puting susu ke dalam, dan luka pada payudara yang tak kunjung sembuh,”.
Faktor Risiko
Risiko kanker payudara disebabkan oleh banyak faktor, baik hormonal dan non hormonal. Faktor hormonal antara lain akibat hormon estrogen berlebih yang mengakibatkan pembengkakan kelenjar payudara. Sedangkan nonhormonal bisa akibat genetik atau riwayat keluarga.
Namun, bukan berarti seperti penyakit menular. Risiko ikut terkena, menurut Agus, hanya 15 persen.
Selain itu, anak-anak yang mengalami haid pertama lebih cepat dan perempuan yang belum menopause ketika sudah berusia di atas 55 tahun juga memiliki risiko terkena kanker payudara. Termasuk para perempuan yang tidak melahirkan dan tidak menyusui.
“ASI yang terperangkap memang sebaiknya diambil. ASI merupakan media yang baik untuk tumbuh kuman, saat terjadi infeksi maka ASI akan berubah menjadi tumpukan nanah. Ya, itu hanya faktor risiko,” ucapnya.
Mereka yang sudah memiliki faktor risiko ada baiknya lebih peduli terhadap kesehatannya. Selain melakukan Sadari, hal lain yang tak kalah penting adalah menerapkan pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, istirahat cukup, dan rutin berolahraga.
“Harus pintar juga mengelola stres agar pikiran tetap senang dan gembira. Bila ini bisa dilaksanakan dengan baik, maka imunitas akan meningkat. Imunitas baik bisa mengurangi kemungkinan terkena kanker payudara hingga 95 persen,” imbuhnya.