Kasus COVID-19 Meningkat, Ruang ICU Terisi 70 Persen Lebih
JAKARTA - Penambahan kasus konfirmasi positif COVID-19 di awal 2021 ini cukup tinggi. Bahkan, merujuk data Kementerian Kesehatan, kasus baru sempat tembus 10.000 dalam satu hari. Sedangkan kemarin, 11 Januari kasus baru sebanyak 8.692.
Salah satu penyebab lonjakan pasien positif COVID-19 adalah banyaknya masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan saat libur panjang akhir 2020 lalu.
Penambahan kasus positif ini berdampak pada berkurangnya ketersediaan fasilitas perawatan. Salah satunya kurangnya ketersediaan tempat tidur dan ruang ICU.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, untuk memenuhi kekurang itu harus ada penambahan sebanyak 36 ribu tempat tidur dalam skala nasional. Sedianya, hingga akhir Januari 2021 baru tersedia 15 ribu tempat tidur.
“Ini masalah yang akan kita hadapi pekan ini, pekan depan sampai dengan akhir Januari atau awal Februari 2021,” kata Budi dalam telekonferensi pers di Kantor Presiden, Senin, 11 Januari.
Budi menuturkan perhitungan sederhana untuk menentukan jumlah tempat tidur bagi pasien COVID-19 adalah 30 persen dari total kasus aktif COVID-19 di Indonesia. Saat ini, total kasus aktif COVID-19 di Indonesia mencapai 120 ribu, padahal di November 2020 lalu kasus aktif COVID-19 di Indonesia sebesar 50 ribu.
“Sekarang butuh 36.000, yakni 30 persen dari 120.000. Jadi dalam satu bulan kita harus menambah jumlah tempat tidur untuk pasien COVID-19 dari 15.000 ke 36.000,” ujarnya.
Kemenkes, kata Budi, telah mengimbau kepada seluruh rumah sakit untuk menambah jumlah realokasi tempat tidur bagi pasien COVID-19. Sebab, banyak ditemukan masalah di banyak rumah sakit yang hanya mengalokasikan sedikit ruangan perawatannya bagi pasien COVID-19.
Sehingga, Budi meminta kepada para pimpinan rumah sakit untuk menambah kapasitas tempat tidur bagi pasien COVID-19.
“Ini cara yang paling cepat untuk menambah jumlah kamar, mengantisipasi puluhan ribu pasien baru yang akan masuk, saya minta tolong semua Dirut Rumah Sakit, semua pemilik rumah sakit tolong konversikan tempat tidurnya yang tadinya bukan untuk COVID-19 menjadi COVID-19, yang tadinya cuma 10 persen jadi 30 persen atau 40 persen secara temporer saja sambil kita bisa menghadapi lonjakan yang membutuhkan puluhan ribu tempat tidur baru,” kata dia.
Baca juga:
Selain menambah tempat tidur bagi pasien COVID-19, Budi juga meminta kepada masyarakat yang terpapar COVID-19, namun tidak bergejala (OTG) untu isolasi mandiri di rumah atau di tempat lain selain di rumah sakit.
Hal ini dilakukan untuk mencegah semakin berkurangnya jumlah tempat tidur atau ruang perawatan bagi pasien COVID-19. Sebab, merujuk pernyataan Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, peningkatan kasus COVID-19 dalam jumlah besar berdampak pada kapasitas ruang ICU sudah terisi di atas 70 persen.
Sampai 10 Januari 2021, jumlah kasus aktif atau pasien yang membutuhkan perawatan di fasilitas kesehatan ataupun isolasi mandiri sebanyak 122.873 orang.
"Tolong bapak ibu, kalau misalnya bapak ibu tidak demam, dan tidak sesak napas, itu masih bisa dilakukan isolasi mandiri," kata Budi
"Bapak Ibu rumah sakit itu akan penuh karena memang kasus aktifnya naik 30 persen, yang ingin saya sampaikan kita masih memperhatikan, masih mendengarkan, masih melihat kondisi dari tenaga kesehatan kita, mereka sudah sangat under pressure (tertekan)," sambung Budi Gunadi.
Tapi jika masyarakat tidak memiliki ruangan untuk isolasi mandiri karena keterbatasan tempat, Budi bilang, pihaknya akan berkoordinasi dengan kepala daerah.
Budi menyebut nanti bakal membuat mekanismenya agar pasien isolasi mandiri tetap dimonitor oleh dokter-dokter baik melalui telepon langsung maupun telemedicine.
"Tapi itu untuk mengurangi beban ke rumah sakit, biarkan teman-teman kita saudara kita yang berat itu yang ditangani di sana," ungkap Budi Gunadi.
Terpisah, Ketua Umum PHRI sekaligus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani memberi saran untuk mengatasi kerangnya tempat tidur dan ruang perawatan bagi pasien COVID-19. Pemerintah pusat ataupun daerah disarankan untuk menggandeng usaha hotel.
Cara ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pada saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid II. Mekanisme kerjasama nantinya pemilik hotel bakal mendaftar kepada dinas pariwisata provinsi DKI Jakarta untuk menjadi tempat usahanya sebagai alternatif perawatan bagi pasien positif COVID-19 tanpa gejala atau OTG.
"Sudah terjadi (menggunakan kamar hotel), sejak PSBB yang ke II, itu sudah terjadi, sudah banyak hotel yang menggunakan itu," ucap dia.
Hariyadi menyebut, dengan penggunaan fasilitas kamar hotel untuk isolasi, tidak saja digunakan secara mandiri oleh masyarakat. Namun, juga ada kamar hotel yang diberikan pemerintah secara gratis atau disubsidi.
Artinya, dalam skema pembayaran untuk fasilitas hotel, pemerintah menanggung biaya perawatan selama isolasi bagi masyarakat kelas menengah bawah dan biaya mandiri yang langsung diberikan masyarakat.
"Ada dua (skema) ada yang anggaran dari pemerintah untuk masyarakat yang penghasilannya mungkin masih tidak bisa untuk mandiri. Di lain pihak juga ada yang memang hotel tersebut menyediakan untuk isolasi mandiri yang dibayar sendiri. Jadi itu sudah berjalan," jelasnya.
Dalam pengamatan PHRI, kata Hariyadi, jumlah kasus positif yang naik signifikan memberi dampak positif bagi cash flow sektor perhotelan. Meski begitu, dia tidak menapikan bahwa sebelumnya fenomena itu justru membuat likuiditas bisnis hotel terkontraksi cukup dalam.
"Kami mengamati yang berbayar ini juga cukup menarik fenomenanya karena jumlahnya kasus positifnya tinggi, jadi permintaan itu cukup meningkat juga. Walau kita sempat turun waktu PSBB yang ke II, saat masa transisi dan yang awal, tapi sekarang naik lagi permintaanya cukup besar," tuturnya.