LPSK Siap Berikan Perlindungan untuk Saksi Kasus Penembakan Polisi kepada 6 Laskar FPI
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap memberi perlindungan terhadap saksi yang mengetahui peristiwa penembakan yang melibatkan laskar FPI dan pihak kepolisian di Jalan Tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember lalu atau yang oleh Komnas HAM disebut sebagai Peristiwa Karawang. Tujuannya, agar kasus penembakan terhadap enam orang laskar FPI tersebut dapat terungkap secara jelas dan transparan.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan pihaknya telah menerima enam permohonan perlindungan saksi dalam peristiwa penembakan tersebut. Terkait permohonan tersebut, pihaknya saat ini tengah mendalami lebih lanjut.
Selain itu, dengan adanya temuan baru Komnas HAM maka kemungkinan upaya penyelesaian lewat jalur hukum akan dilanjutkan dan hal ini memungkinkan untuk munculnya tersangka lain dalam peristiwa tersebut. Apalagi peristiwa ini menyedot perhatian publik.
"Agar publik bisa mengetahui siapa yang menjadi pelaku dalam peristiwa yang dinilai Komnas HAM sebagai tindakan unlawful killing," kata Edwin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 9 Januari.
Lebih lanjut, dirinya menilai dalam kasus ini banyak saksi yang memegang informasi penting dalam peristiwa penembakan tersebut. Sehingga, ke depan LPSK akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Komnas HAM dan berharap makin banyak saksi yang mau bersuara. "LPSK akan menjamin keselamatan mereka," tegasnya.
"Sebagai informasi untuk enam saksi yang telah mengajukan permohonan ke LPSK kami tetap monitor situasi keamanan jiwa mereka," imbuh Edwin.
Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM telah menyampaikan hasil investigasi mereka mengenai Peristiwa Karawang. Hasilnya, mereka menyebut ada dua konteks yang berbeda dalam satu peristiwa penembakan tersebut.
Baca juga:
Konteks peristiwa pertama, terjadi di Jalan Internasional Karawang hingga diduga mencapai KM 48 Tol Cikampek. Komnas HAM mengatakan, saat peristiwa ini terjadi saling serempet, saling seruduk, hingga baku tembak di antara pihak laskar FPI dan petugas kepolisian yang ditugaskan membuntuti Imam Besar FPI Rizieq Shihab dalam penyelidikan kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Selanjutnya, terdapat konteks peristiwa kedua yang kemudian disebut Komnas HAM telah terjadi pelanggaran HAM di dalamnya. Sebab, sebanyak empat laskar FPI yang masih hidup saat dibawa polisi justru ditemukan tewas sesudahnya.
"Terkait peristiwa KM 50 ke atas, terdapat empat orang yang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara yang kemudian ditemukan tewas sehingga peristiwa tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia," kata Komisioner sekaligus Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers di kantornya, Jumat, 8 Januari.
Atas temuan tersebut, tewasnya empat orang ini disebut Komnas HAM sebagai bentuk unlawful killing.
"Penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa, mengindikasikan adanya tindakan unlawful killing terhadap empat orang laskar FPI," tegasnya.