Ancaman Serius PHK 2023, Pemerintah Diminta Sigap dan Buat Mitigasi Nyata
BANDUNG - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah menyiapkan mitigasi nyata untuk mengantisipasi ancaman PHK tahun 2023 karena jika tak diantisipasi, maka akan menjadi ancaman serius.
"Harus ada langkah mitigasi yang konkret dari pemerintah untuk mengantisipasi ancaman PHK. Indikasinya sudah terlihat dengan banyaknya perusahaan lokal maupun asing yang mengurangi jumlah karyawannya," kata Netty Prasetiyani dikutip ANTARA, Senin 20 Februari.
Menurut dia, permintaan pasar luar negeri atau ekspor barang dari Indonesia ke pasar Amerika dan Eropa ditengarai Netty sebagai salah satu penyebab perusahaan melakukan PHK.
Berdasarkan info asosiasi perusahaan tekstil dan sepatu, katanya, permintaan ekspor tekstil turun 30 persen dan industri sepatu atau alas kaki turun 50 persen.
Oleh sebab itu, kata Netty, pemerintah perlu mencari alternatif tujuan ekspor dan meningkatkan pasar dalam negeri.
"Optimalkan APBN dan APBD untuk menstimulasi pembelian produk dalam negeri agar terjadi kenaikan permintaan," kata dia.
Menurut Netty, anggaran negara harus dikelola dengan baik sebagai instrumen yang membuat ekonomi dapat bergerak dan tumbuh sehingga badai PHK dapat diminimalkan.
"Pemerintah harus memaksimalkan penggunaan produk UMKM untuk kebutuhan dalam negeri sehingga memicu meningkatnya kebutuhan akan tenaga kerja," kata Netty.
Pada sisi lain, Netty meminta Kemnaker untuk mengawal setiap proses PHK yang terjadi di perusahaan.
"Pastikan para pekerja mendapatkan haknya sesuai peraturan. Bantu dan dampingi mereka agar segera mendapatkan hak-haknya, termasuk pencairan JKP dan JHT," katanya.
Baca juga:
Netty menyinggung soal Perppu Cipta Kerja yang dinilai semakin memudahkan terjadinya PHK.
Menurut Netty, Aturan PHK di Perppu Ciptaker menjadi lebih mudah dibandingkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Dalam Perppu ini pengusaha tidak perlu lagi mendapatkan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau MA sebagaimana yang diwajibkan dalam Pasal 151 ayat 3 UU Ketenagakerjaan,” Kata Netty.