Pengamat Pasar Modal: Banyak BUMN yang Sukses Jadi Perusahaan Terbuka
JAKARTA - Pengamat pasar modal Irwan Ariston Napitupulu mengatakan banyak BUMN atau perusahaan negara yang sukses menjadi perusahaan terbuka di antaranya BRI, BNI, Bank Mandiri, Aneka Tambang, dan Bukit Asam.
"BUMN tersebut bagus-bagus. Laporan keuangan bagus, kinerja meningkat," ujarnya di Jakarta, dikutip dari Antara, Minggu 11 Februari terkait initial public offering (IPO) salah satu anak usaha BUMN yakni PT Pertamina Geothermal Energy (PGE).
Menurut dia, salah satu kunci perusahaan yang masuk lantai bursa yakni saat IPO dan yang cukup penting adalah valuasi.
Jika harga yang ditawarkan kompetitif, lanjutnya, maka akan menarik bagi calon investor, misalnya BRI saat IPO banyak yang memperebutkan sahamnya.
Selain itu, Iwan menyebutkan yang sangat penting yakni dana yang diperoleh, seharusnya dipergunakan untuk modal dan investasi. Kondisi demikian bisa terjadi, jika perusahaan dalam kondisi sehat, tidak bermasalah.
"Dengan demikian, dana yang diperoleh dipergunakan secara optimal untuk meningkatkan belanja modal dan investasi. Hal ini berbeda pada perusahaan yang awalnya bermasalah, misal IPO untuk menyelamatkan dari banyaknya utang," ujar Irwan dalam keterangannya.
Jika sejak awal memang sudah sehat, lanjutnya, tentu kinerja akan semakin membaik ketika menjadi perusahaan terbuka, seperti yang terjadi dengan BRI, BNI, Bank Mandiri, Antam, Bukit Asam, dan lain-lain.
"Kinerja emiten-emiten perbankan tersebut sangat baik. Dari Laporan Keuangan kan kelihatan. Sedangkan yang tambang, juga bagus. Bisa jadi karena harga internasional memang sedang bagus," kata dia.
Menurut Irwan, salah satu faktor yang berperan meningkatkan kinerja emiten, adalah prinsip transparansi, karena dengan keterbukaan, perusahaan lebih terkontrol.
"Kalau belum go public, kan tidak ketahuan, apakah ada penyimpangan atau tidak. Tetapi kalau sudah go public, akan terpantau sehingga lebih profesional. Itu yang membuat kinerja meningkat dan mudah-mudahan lebih efisien," tambahnya.
Mengenai kepemilikan saham, menurut dia, hal itu tidak berubah, tidak akan beralih ke pihak swasta atau asing, terlebih, jika jumlah saham yang dilepas relatif kecil, misal sekitar 20-30 persen.
"Dengan kondisi ini, tidak mengubah juga garis kebijakan perusahaan induk. Mayoritas masih BUMN, pemerintah. Untuk investor, istilahnya hanya kebagian rezeki saja," ujarnya.
Bahkan, tambahnya, para karyawan juga bisa memiliki saham emiten tempat mereka bekerja, misal lewat koperasi karyawan dan sebagainya. Mereka juga bisa mengajukan ke direksi.
Sementara itu, pengamat pasar modal Adler Haymans Manurung juga mengatakan banyak BUMN masuk lantai bursa dan pada akhirnya menuai sukses, karena hal itu tak lepas dari prinsip keterbukaan.
"Banyak keuntungan dengan IPO. Salah satunya perusahaan akan menjadi transparan terutama pada Laporan keuangan. Kondisi ini akan memicu kinerja perusahaan dan pada akhirnya karyawan juga diuntungkan," katanya.
Dengan transparansi, lanjutnya, publik bisa mengetahui kinerja keuangan perusahaan. Termasuk karyawan juga bisa melihat laporan tersebut.
Hal itu berbeda pada perusahaan tertutup atau belum IPO, karena pada perusahaan seperti ini, direksi tidak perlu menunjukkan laporan kinerjanya. Akibatnya, karyawan juga tidak bisa melihat kinerja perusahaan.
"Dan dengan mengetahui kondisi perusahaan, mereka bisa mempertimbangkan, apakah sudah saatnya meminta kenaikan gaji. Selain itu, karyawan bahkan bisa membeli saham perusahaan," ujarnya.