OJK Perbaharui Aturan SLIK, Sektor Pasar Modal Jadi Fokus Utama
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal tahun ini mengumumkan pembaharuan aturan soal Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK.
Melalui siaran resmi yang diterima VOI pada Selasa, 5 Januari, otoritas memfokuskan perubahan pada perluasan pelapor di Pasar Modal yaitu Perusahaan Efek (PE) yang menjalankan kegiatan usaha sebagai perantara pedagang efek dan Lembaga Pendanaan Efek (LPE).
“Perubahan ini juga mencakup pengaturan terkait penyampaian dan penggunaan informasi debitur dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan SLIK serta mitigasi penyalahgunaan informasi debitur,” sebut OJK dalam rilisnya.
Adapun, beleid yang dimaksud adalah terkait Perubahan POJK No.18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (Perubahan POJK SLIK) merupakan penyempurnaan dari POJK No.18/POJK.03/2017.
Diterangkan bahwa pelapor SLIK hanya dapat mengakses data informasi debitur maksimum sebesar 100 persen dari jumlah debitur yang dilaporkan pada posisi dua bulan sebelumnya.
“Pelapor SLIK dapat mengajukan permintaan tambahan informasi debitur dengan mengajukan permohonan ke OJK,” tulis otoritas.
Kemudian, PE yang menjalankan kegiatan usaha sebagai perantara pedagang efek, paling lambat menjadi pelapor SLIK tanggal 28 Februari 2021.
Disebutkan pula jika LPE, paling lambat menjadi pelapor SLIK tanggal 31 Desember 2021. LJK lainnya yang memberikan fasilitas penyediaan dana dapat menjadi pelapor SLIK dengan mengajukan permohonan ke OJK.
Baca juga:
“Perpanjangan waktu bagi Pergadaian untuk menjadi pelapor SLIK dari paling lambat 31 Desember 2022 menjadi paling lambat 31 Desember 2025 dengan ruang lingkup laporan hanya mencakup pinjaman jaminan fidusia,” ungkap OJK.
Lalu, terkait dengan penetapan sanksi denda maksimum atas pelanggaran terhadap permintaan dan penggunaan informasi debitur, otoritas menetapkan tiga poin. Pertama, bagi pelapor dengan total aset dengan aset lebih dari Rp500 miliar, maka sanksi denda yang dikenakan Rp10 juta per informasi debitur dan maksimum Rp100 Juta.
Kedua, bagi pelapor dengan total aset antara Rp500 miliar hingga Rp20 triliun, sanksi denda yang dikenakan sebesar Rp50 juta perinformasi debitur dan maksimum Rp500 juta.
Selanjutnya, bagi pelapor dengan total aset lebih dari Rp20 triliun, maka dikenakan sanksi denda Rp50 juta per informasi debitur dan maksimum Rp5 miliar.
“Ketentuan peralihan yang mengatur Perubahan POJK SLIK telah berlaku maka sanksi yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan sebagaimana aturan perubahan yang dimaksud,” tutup lembaga yang dipimpin Wimboh Santoso tersebut.