Timbulkan Konflik Sosial, UNHCR-IOM Diminta Cari Solusi Imigran di Makassar

MAKASSAR - Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Makassar Alimuddin mendorong lembaga UNHCR dan IOM segera mencari solusi terkait pengungsi imigran warga negara asing untuk bisa pindah ke negara ketiga karena dinilai akan terus menimbulkan berbagai persoalan sosial.

"Kami terus mendesak berbagai pemangku kepentingan, termasuk UNHCR untuk segera mencarikan negara ketiga bagi pengungsi imigran," papar Alimuddin saat Talk Show Membangun Kohesi Sosial Pengungsi Luar Negeri dikutip ANTARA, Selasa 7 Februari.

Ia menyebutkan tercatat ada 20 tempat penampungan khusus bagi pengungsi imigran yang datang dari berbagai negara. Tantangan yang dihadapi saat ini, kata dia, adalah mengurusi mereka dengan anggaran terbatas.

"Belum lagi aksi-aksi protes sering dilakukan para imigran yang menuntut dipindahkan ke negara ketiga, termasuk beberapa persoalan sosial lainnya," ungkap dia.

Hal senada disampaikan Kepala Divisi Keimigrasian Kemenkumham Sulsel Jaya Saputra bahwa masalah imigran perlu menjadi perhatian. Berdasarkan data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) jumlah pengungsi asal luar negeri di Indonesia berkisar 13.700 orang, dan khusus di Makassar tercatat 1.300 orang.

Meski demikian, jumlah pengungsi di Indonesia terbilang tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan Malaysia yang telah mencapai 96.401 orang pengungsi imigran per Januari 2023.

"Jumlah sedikit bukan berarti tidak ada masalah, justru terkadang menimbulkan banyak masalah hingga terjadi kehebohan. Untuk masalah pengungsi ini kita memakai instrumen Peraturan Presiden nomor 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri," katanya.

Hanya saja, Perpres itu bila ditelaah hanya membahas orang asing masuk ke Indonesia secara ilegal seperti terdampar di perairan atau force mayor termasuk klaster siapa yang berwenang menangani pengungsi. Tetapi, di Makassar bukan pengungsi dari aturan Perpres itu.

"Kita masih memerlukan regulasi baru, walaupun kita belum menandatangani konvensi pengungsi. Kita memerlukan aturan bersama demi mengatur dan menangani pengungsi dengan aturan yang jelas," kata dia menekankan.

Ia menambahkan, lama menetap pengungsi di Indonesia tidak ada kejelasan, UNHCR juga memiliki keterbatasan kuota mengirim ke negara ketika. Bahkan ada pengungsi di Makassar sudah menetap hingga 14 tahun karena tidak ada kejelasan.

"Ini artinya, perlu ada keterbukaan dari UNHCR maupun IOM dan semua pihak untuk memberikan penjelasan kepada pengungsi imigran ini sampai kapan mereka bertahan di Indonesia," kata Jaya menegaskan.

Perwakilan UNHCR Makassar, Yance Tamela mengatakan persoalan pengungsi imigran meninggalkan negaranya karena berbagai faktor, seperti persekusi dan peperangan, lalu mencari negara lain untuk dapatkan perlindungan dan rasa aman.

"Ini tentu menjadi pekerjaan UNHCR untuk mengembalikan kondisi mereka dan cari solusi jangka panjang. Untuk mencari solusi jangka panjang kita tidak bisa pungkiri butuh waktu yang panjang pula," kata Yance.