Ada Potensi Defisit Anggaran Rp2 Triliun, Komisi XI Ingatkan LPDP

JAKARTA - Komisi XI DPR RI mengingatkan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan ( LPDP ) bahwa terdapat potensi defisit di proyeksi anggaran pendapat dan belanja tahun 2023. Besaran defisit tersebut, disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara, bahkan hingga mencapai Rp 2 triliun.

“Terkait dengan rencana anggaran pendapatan dan belanja di tahun 2023, karena kalau kita lihat dari DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran) yang direncanakan itu pendapatan sekitar Rp4,9 (triliun) dan belanja sekitar Rp3,8 (triliun). Tapi, di proyeksi anggaran pendapatan Alhamdulillah naik menjadi Rp8 triliun lebih tapi di belanja malah Rp10 triliun lebih. Artinya antara pendapatan dan belanja terjadi minus sekitar 2 triliun,” ujar Amir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di Gedung Nusantara 1, Senayan, Jakarta, Rabu 1 Januari. RDP tersebut membahas Evaluasi dan Capaian Kinerja Tahun 2022 dan Rencana Kerja LPDP Tahun 2023.

Peningkatan Anggaran

Berdasarkan paparan yang diterimanya dari Dirut LPDP Andin Hadiyanto, defisit di proyeksi anggaran itu muncul lantaran meningkatnya anggaran belanja hingga dua kali lipat yang berasal dari adanya kebutuhan Kemendikbudristek. Kementerian tersebut awalnya membutuhkan Rp 1,9 triliun pada 2022, namun naik menjadi Rp5 triliun di tahun 2023.

Karena itu, untuk menutupi celah pada anggaran maka akan digunakan dana yang ada pada saldo awal atau yang berasal dari kumpulan Sisa Anggaran Lebih (SAL) di tahun-tahun sebelumnya. Adapun SAL pada 2022 memiliki besaran sejumlah Rp1,4 triliun. SAL 2022 inilah yang kemudian akan ditambahkan ke saldo awal tahun 2023 untuk menutup celah defisit anggaran tersebut.

Meskipun demikian, Amir Uskara ingatkan kembali bahwa sebaiknya SAL digunakan untuk menambah dana kelolaan atau dana abadi sehingga memiliki nilai manfaat yang lebih tinggi. Menurut anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) tersebut, penggunaan SAL pada tahun berjalan dapat berpotensi mengurangi dana kelolaan.

“Kita tidak ingin dana-dana kelolaan apalagi kalau misalnya ada surplus sebaiknya itu diakumulasi dalam dana kelolaan, jangan dipakai untuk kegiatan pada tahun yang berjalan. Kalau menambah dana abadi kan berarti makin banyak manfaat tapi kalau dia langsung terpakai dalam tahun berjalan tentu itu nilai manfaat untuk itu kemudian tidak ada karena untuk tahun berikutnya kemudian akan terus berkurang,” jelas Politisi Fraksi PPP itu.