Wali Kota Sebut Dunia Harus Menghukum Rusia Atas Kekejaman di Bucha Selama Pendudukan
JAKARTA - Wali Kota Bucha, Ukraina Anatolli Fedoruk mengatakan, dunia harus menuntut pertanggungjawaban Rusia atas kekejaman yang dilakukan selama menduduki kota itu Maret tahun lalu, saat berkunjung ke Washington, Amerika Serikat Hari Senin.
"Mereka tidak pernah dihukum dan mereka tidak pernah dibawa ke pengadilan perang," kata Fedoruk saat berbicara di lembaga think tank Wilson Center, melansir The National News 31 Januari.
"Pasukan Rusia mengucapkan frasa Rusia 'perang akan menghapusnya, jadi bunuh, perkosa, dan rampas' ... kami harus melakukan segala yang mungkin untuk menghukum kejahatan semacam itu," serunya.
Menurut Ukraina dan badan amal, pasukan Rusia meninggalkan jejak bukti selama pendudukan mereka di Bucha, sebuah kota sekitar 30 km barat laut ibu kota Ukraina, Kyiv, dari 4 hingga 31 Maret 2022.
Kremlin dengan keras membantah tuduhan terkait pembunuhan warga sipil, termasuk di Bucha, di mana dikatakan kuburan dan mayat telah diatur oleh Ukraina untuk menuduh Rusia.
Sebuah laporan dari Human Rights Watch menemukan banyak bukti tentang "eksekusi singkat, pembunuhan tidak sah lainnya, penghilangan paksa dan penyiksaan, yang semuanya merupakan kejahatan perang dan potensi kejahatan terhadap kemanusiaan" oleh pasukan Rusia terhadap warga sipil Ukraina di sana.
"Hampir setiap sudut di Bucha sekarang menjadi TKP, dan rasanya kematian ada di mana-mana," jelas Richard Weir, peneliti krisis dan konflik di Human Rights Watch, saat merilis laporan tersebut pada Bulan April.
Sementara itu, mantan Duta Besar Amerika Serikat dan Presiden Wilson Center Mark Green mengatakan, 458 mayat ditemukan dari reruntuhan kota, dengan 419 memiliki tanda-tanda penyiksaan dan trauma massal lainnya.
"Bucha mewakili pandangan definitif pertama di dunia, tentang bagaimana militer Rusia menggunakan kekejaman di Ukraina sebagai taktik yang disengaja," jelas Green.
Fedoruk diketahui 'bersembunyi' untuk mengoordinasikan bantuan, bagi beberapa ribu orang yang tetap tinggal selama pendudukan Rusia.
Wawancaranya dengan media internasional selama musim semi dan musim panas 2022 membantu menyebarkan berita tentang kejahatan perang Rusia.
Dia mengenang apa yang dia gambarkan sebagai "Kota Bucha yang indah dan berkembang" dalam sambutannya pada hari Senin.
"Sebelum invasi, kota kami berkembang sesuai dengan perkembangan ekonomi negara kami. Kami sedang membangun sekolah, taman kanak-kanak, kami membesarkan anak-anak," tutur Fedoruk.
"Tapi pada 24 Februari, kami tidak menyangka bahwa kami akan bangun dengan serangan rudal," ratapnya.
Diskusi di Wilson Center juga membahas upaya untuk membangun kembali Bucha setelah kehancuran.
Baca juga:
- Militer Pantau Media Sosial Warga saat Pandemi COVID-19, Kementerian Pertahanan Inggris Gelar Investigasi
- Korban Tewas Bom Bunuh Diri Masjid di Pakistan Bertambah Jadi 88 Orang, Regu Penyelamat Pesimis
- PBB Serukan Semua Pihak Menahan Diri Usai Drone Hantam Fasilitas Militer Iran
- Ada Jaminan Keamanan dari AS dan Inggris, Finlandia Sabar Tunggu Swedia untuk Aksesi Keanggotaan NATO
"Tugas sekarang sebelum wali kota dan timnya... sekarang adalah salah satunya rekonstruksi dan membawa pulang penduduk Bucha. Pekerjaan mereka tidak hanya tentang memulihkan bangunan dan infrastruktur, tetapi juga mendokumentasikan kejahatan perang dan kekejaman Rusia, membantu kota untuk bersatu kembali sebagai sebuah komunitas," sebut Green.
"Kami akan membangun kembali, tetapi kami tidak akan memaafkan (Rusia) atas apa yang terjadi," sebut Fedoruk.
"Mereka yang memberi perintah, dan semua yang benar-benar melakukan kejahatan itu, harus dihukum," tegasnya.