Versi Baru Nama FPI, Mahfud MD: Mendirikan Apa Saja Boleh Asal Tidak Melanggar Hukum
JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara soal deklarasi Front Persatuan Islam yang dilakukan oleh para pengurus Front Pembela Islam (FPI). Menurutnya, deklarasi nama baru setelah pemerintah melarang FPI sah saja untuk dilakukan selama mereka tidak melanggar hukum.
"Mendirikan apa saja boleh asal tidak melanggar hukum. Mendirikan Front Penegak Islam boleh, Front Perempuan Islam boleh, Forum Penjaga Ilmu juga boleh," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat, 1 Januari.
Dirinya juga menjamin pemerintah tak akan melakukan langkah khusus karena FPI berganti nama karena kemunculan organisasi baru itu adalah hal yang biasa. Bahkan berdasarkan catatannya saat ini ada 440 ribu ormas dan perkumpulan yang dibiarkan berdiri oleh pemerintah.
"Pemerintah tidak akan melakukan langkah khusus. Wong tiap hari juga berdiri organisasi. Saat ini ada tidak kurang dari 440 ribu ormas dan perkumpulan, tidak apa-apa juga," jelasnya.
Lebih lanjut, kemunculan FPI dengan singkatan baru setelah dilarang pemerintah bukan hal yang baru. Dia mencontohkan, Majelis Syuro Mislimin Indonesia (Masyumi) yang setelah dibubarkan melahirkan Parmusi, PPP, DDII, Masyumi Baru, Masyumi Reborn, dan sebagainya. Hal yang sama juga pernah terjadi dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI) ketika dibubarkan yang juga melahirkan ormas-ormas dan tokoh-tokohnya sampai sekarang.
"PNI berfusi kemudian melahirkan PDI, kemudian melahirkan PDI Perjuangan, Barisan Banteng Muda, dan sebagainya. Nahdlatul Ulama (NU) pernah pecah dan pernah melahirkan KPP-NU juga tidak ditindak sampai bubar sendiri," ungkapnya.
Baca juga:
Sehingga, Mahfud tak ambil pusing soal FPI yang mendeklarasikan nama baru. Apalagi menurut hukum, tidak ada yang bisa melarang seseorang untuk berkumpul dan berserikat.
"Jadi secara hukum dan konstitusi, tidak ada yang bisa melarang orang untuk berserikat dan berkumpul, asal tidak melanggar hukum serta mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum," tegas eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Diberitakan sebelumnya, setelah Front Pembela Islam (FPI) menjadi organisasi terlarang di Tanah Air, mereka kemudian berganti nama dan dideklarasikan sebagai Front Persatuan Islam. Ada 19 orang yang menjadi deklarator, di antaranya Ketua FPI Ahmad Sabri Lubis dan Sekretaris Umum Munarman.
Nama lainnya adalah Abu Fihir Alattas, Abdurrahman Anwar, Abdul Qadir, Awit Mashuri, Haris Ubaidillah, Idrus Al Habsyi, Idrus Hasan, Ali Alattas, Ali Alattas, I Tuankota Basalamah, Syafiq Alaydrus, Baharuzaman, Amir Ortega, Syahroji, Waluyo, Joko, dan M. Luthfi.
"Kepada seluruh pengurus, anggota dan simpatisan Front Pembela Islam di seluruh Indonesia dan mancanegara, untuk menghindari hal-hal yang tidak penting dan benturan dengan rezim zalim, maka dengan ini kami deklarasikan Front Persatuan Islam untuk melanjutkan perjuangan membela agama, bangsa, dan negara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945," tulis keterangan resmi Front Persatuan Islam yang diterima VOI, Rabu, 30 Desember.
Deklarator Front Persatuan Islam menilai keputusan pemerintah yang membubarkan FPI bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Mereka merujuk putusan Mahkamah Konstitusi 82/PPU-XI/2013, dalam pertimbangan hukum halaman 125 yang disebut bahwa suatu ormas dapat mendaftarkan diri di setiap tingkat instansi pemerintah yang berwenang untuk itu.
Sebaliknya, berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, suatu ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang tidak mendapat pelayanan dari pemerintah (negara), tetapi tidak dapat menetapkan ormas tersebut ormas terlarang, atau negara juga tidak dapat melarang kegiatan ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum.
"Bahwa oleh karena Keputusan Bersama tersebut adalah melanggar konstitusi dan bertentangan dengan hukum, secara substansi Keputusan Bersama tersebut tidak memiliki kekuatan hukum baik dari segi legalitas maupun dari segi legitimasi," tulis pernyataan tersebut.