Ada 418 Perkara Pertambangan Ilegal, Peneliti Pushep: Ilegal Mining Dalam SItuasi Mengkhawatirkan
JAKARTA - Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) merilis hasil kajianya terkait dengan pemetaan terhadap kasus hukum sektor energi dan pertambangan.
Dalam temuan tersebut, diketahui bahwa sektor pertambangan mineral dan batubara, khususnya terkait dengan pertambangan tanpa izin (Peti) mendominasi perkara yang paling banyak masuk dan diputus oleh pengadilan sepanjang tahun 2022.
Peneliti PUSHEP, M Wirdan Syaifullah mengatakan, pihaknya menemukan setidaknya 418 perkara pada sektor Pertambangan Minerba dan Migas yang ditemukan.
Perkara tersebut mulai dari tingkat Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung.
"Temuan tersebut mengonfimasi bahwa kondisi kegiatan ilegal mining saat ini sudah dalam situasi yang mengkhawtirkan," ujarnya kepada media yang dkutip Jumat, 27 Januari.
Ia menambahkan, situasi tersebut tidak boleh diabaikan begitu saja.
"Kegiatan Peti ini sangat kompleks. Melibatkan berbagai oknum yang tidak bertanggungjawab. Kita dorong agar pemerintah berani mengambil sikap atas kegiatan ilegal tersebut" ungkapnya.
Menurut Wirdan, kompleksitas ilegal mining ini terjadi karena ada dugaan keterlibatan permainan antara elit pemerintah pusat dan pemerintah di daerah.
Selain itu, lanjut dia, kegiatan tersebut juga cenderung dilindungi oleh oknum aparat, dari pangkat yang kecil hingga pangkatnya berbintang.
Kegiatan pertambangan tanpa izin cenderung dibiarkan tanpa penindakan yang tegas.
"Parahnya lagi, hukuman atau sanksi yang diberikan terhadap pelaku sangat lemah dan tidak memberikan efek jera" kata Wirdan dalam kegiatan diskusi tersebut.
Wirdan menambahkan, ilegal mining banyak terjadi di wilayah dengan potensi pertambangan mineral yang besar. Kegiatan dilakukan secara terang-terangan.
Para pelaku seperti tidak takut melakukan penambangan tanpa izin tersebut.
"Negara seperti tak berdaya menghadapi mafia tambang itu. Ini sangat merugikan negara. Sumber daya alam dirusak. Penerimaan negara hilang begitu saja. Hal ini merupakan masalah serius dalam tata kelola pertambangan Indonesia yang membutuhkan perhatian serius semua pihak", tutur Wirdan.
Wirdan menyebutkan, berbagai jenis perkara ditemukan, mulai perkara pidana, perdata, sengketa tata usaha negara ataupun perselisihan hubungan industrial.
Dalam penelusuran tersebut, ditemukan bahwa kasus pidana lebih banyak dibandingkan dengan jenis perkara lainya seperti perdata atau sengketa tata usaha negara.
Baca juga:
Ia mengatakan, terdapat hal menarik yaitu pada umumnya terdakwa dijatuhi hukuman yang relatif ringan dibandingkan dengan ancaman pidananya.
Misalnya, aktivitas penambangan tanpa izin diancam pidana penjara 5 tahun dan denda Rp100 miliar.
Namun, dalam amar putusanya terdakwa hanya di jatuhi hukuman pidana penjara dibawah 1 tahun.
Wirdan menjelaskan, terdapat sekitar 213 perkara pidana Minerba dengan penjatuhan hukuman pidana penjara dibawah 1 tahun dan hanya sekitar 51 perkara dengan penjatuhan hukuman pidana penjara diatas 1 tahun.
Selain itu ditemukan juga penjatuhan hukuman paling rendah yakni dalam putusan No. 6/Pid.Sus/2022/PN Amp dengan penjatuhan hukuman pidana penjara selama 1 bulan 15 hari.