Kasus Perceraian di Kota Depok Menurun Menjadi 3.345 Kasus di 2022, Pertengkaran jadi Pemicu Paling Besar
DEPOK - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Depok Jawa Barat Nessi Annisa Handari mengatakan, kasus perceraian di Kota Depok menurun.
Pada 2022 gugatan cerai ke Pengadilan Agama (PA) Depok mencapai 3.887 kasus dan yang telah diputus bercerai sebanyak 3.345 kasus. Sedangkan 2021 gugatan cerai 3.910 kasus yang diputus cerai 3.556 kasus.
"Kasus cerai ini tidak hanya warga ber-KTP Kota Depok, namun warga bukan Depok juga tercatat di dalam data PA Kota Depok," kata Nessi Annisa Handari di Depok, Antara, Rabu, 25 Januari.
PA Kota Depok, kata Nessi, melayani kasus perceraian untuk seluruh warga negara Indonesia tanpa memandang status sosial dan wilayah tinggalnya.
Kasus cerai warga ber-KTP Depok saja ada 1.452 sepanjang tahun lalu. Sisanya 1.893 kasus tidak ber-KTP Depok mereka mengurus perceraian dengan menggunakan surat domisili.
"Kami akan tindak lanjuti dan memilah lagi apakah 1.893 kasus ini benar-benar bukan warga yang tinggal di Depok atau warga yang sudah lama tinggal di Depok tapi tidak memiliki KTP setempat," ujarnya.
Nessi mengatakan faktor-faktor penyebab perceraian beragam. Kasus terbanyak karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus, lalu ekonomi, dan meninggalkan salah satu pihak.
Menurut Nessi meski kasus perceraian di Kota Depok menurun namun tetap menjadi evaluasi Pemerintah Kota (Pemkot) Depok ke depannya untuk menguatkan program Ketahanan Keluarga ke masyarakat.
Beberapa program yang dijalankan meliputi, Sekolah Pra Nikah (SPN) untuk penguatan para remaja sebelum menikah. Lalu Sekolah Ayah Bunda, parenting, penguatan RW Ramah Anak, Pusat Pembelajaran Keluarga Harmoni, dan lain sebagainya.
Baca juga:
"Data-data ini akan menjadi bahan evaluasi kami untuk perencanaan pembangunan program ke depannya," ujarnya.