Eks Petinggi ACT Ibnu Khajar Divonis 3 Tahun Penjara, Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa
JAKARTA - Eks Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar dinyatakan bersalah di kasus dugaan penggelapan dana bantuan Boeing Community Investment Fund (BCIF) untuk keluarga korban kecelakaan Lion Air JT 610. Ibnu Khajar divonis tiga tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun,” ujar Ketua Majelis Hakim Hariyadi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 24 Januari.
Dengan vonis itu, Ibnu Khajar dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer jaksa penuntut umum.
Selain itu, di balik vonis Ibnu Khajar, ada beberapa hal memberatkan dan meringankan yang menjadi pertimbangan majelis hakim.
Untuk hal yang memberatkan, Ahyudin dianggap telah meresahkan masyarakat luas karena telah menyalahgunakan dana BCIF.
"Perbuatan terdakwa menyalahgunakan dana sosial Boeing penerima manfaat," sebutnya.
Sedangkan untuk hal meringankan, Ibnu Khajar dianghap berterus terang dan menyesali perbuatannya selama proses persidangan. Selain itu, ia juga dianggap memiliki tanggungan keluarga.
"Terdakwa belum pernah dihukum," kata Hakim Hariyadi.
Baca juga:
- KPK Tangkap Eks Panglima GAM Izil Azhar Buronan Tersangka Korupsi
- Isu Penyiksaan, Bunker Uang Hingga Konsorsium 303 Perjudian Warnai Kasus Brigadir J, Ferdy Sambo: Tudingan Sadis
- Jawaban Singkat Jokowi Ditanya Reshuffle Kabinet: Tunggu
- Tipu Putri Raja Arab Saudi Ratusan Miliar, Ibu dan Anak Divonis Hukuman 19 Tahun Penjara di PN Gianyar
Vonis Ibnu Khajar lebih ringan satu tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menjatuhkannya empat tahun penjara.
Dalam kasus ini, Ibnu Khajar didakwa menyelewengkan dana donasi sebesar Rp117,98 miliar dari Boeing. Uang itu disebut tak digunakan sebagai mestinya yakni santuan bagi ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610.
Boeing memberikan dana donasi bagi 189 korban Lion Air JT 610 sebesar 25 juta dolar Amerika Serika atau Rp 138 miliar. Sehingga, setiap ahli waris seharusnya menerima 144.320 dolar AS atau senilai Rp2 miliar.
ACT kemudian menghubungi para keluarga korban agar menyetujui pengelolaan dana santuan itu dipegang olehnya. Bahkan, dengan iming-iming dana itu akan digunakan untuk pembangunan fasilitas sosial.
Berdasarkan laporan akuntan independen atas penerapan prosedur yang disepakati bersama mengenai penerimaan dan pengelolaan dana BCIF BOEING Tahun 2018 sampai dengan 2021, terungkap hanya sebagaian kecil dana yang digunakan.
"Dari laporan itu hanya Rp 20.563.857.503 dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500 dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing,” ungkap jaksa.
Sedangkan sisanya digunakan untuk operasional Yayasan ACT. Bahkan, ada yang dipakai kepentingan pribadi para terdakwa.
"Antara lain untuk pembayaran gaji dan THR karyawan, mengalir ke yayasan ACT lain, hingga ke dana pribadi terdakwa," kata jaksa.