Moeldoko Tegaskan Pentingnya Peringatan Dini Krisis Pangan
JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko mengajak negara-negara dunia untuk mulai berkolaborasi membangun sistem peringatan dini menanggulangi ancaman krisis pangan global. Kerjasama multinasional ini pun dianggap penting untuk mendorong terbentuknya ekosistem ketahanan pangan global.
“Dampak perubahan iklim sudah terasa, maka langkah antisipasi menjadi sangat penting. saya usulkan kita membangun kerjasama antar badan meteorologi, klimatologi dan geofisika untuk membangun sistem peringatan dini bersama agar kita memiliki sense of crisis yang sama,” kata Moeldoko, Selasa 24 Januari di Jakarta.
Hal ini Ia sampaikan dalam launching laporan Asia and the Pacific Regional Overview of Food Security and Nutrition yang diselenggarakan oleh Organisasi Pangan dan Agrikultur (FAO) PBB secara daring.
Pangan Alternatif
FAO menganggap Indonesia sebagai leading lights yang mampu menjaga ketahanan pangan bagi 275 juta penduduknya di masa pandemi. Misalnya saja kebijakan-kebijakan strategis pemerintah di masa pandemi mampu memberikan dampak positif bagi sektor pertanian yang tumbuh di tahun 2020, 2021 dan 2022. Hal ini juga dibuktikan dengan peningkatan ekspor hasil pertanian sebesar 10.52 persen dari US$4,24 miliar di tahun 2021 menjadi US$4.69 miliar di tahun 2022.
Pemerintah Indonesia pun memberlakukan kebijakan akses tanah bagi petani dengan reforma agraria, regenerasi petani, pengembangan alternatif pangan sorgum dan berbagai program aksi adaptasi terhadap perubahan iklim.
Upaya-upaya ini, menurut Moeldoko, membuahkan hasil. Salah satunya, Global Food Security Index (GFSI) di tahun 2022 mencatat Indeks Ketahanan Pangan Indonesia yang menguat di level 60,2 atau lebih tinggi dibanding periode 2020-2021.
Dengan hasil signifikan atas upaya penanganan pandemi dan krisis 5F (Food, Feed, Fuel, Fertilizer, difficult access to Finance) tersebut, Indonesia pun menjadi salah satu negara percontohan. Namun, Moeldoko mengingatkan pentingnya kerjasama global karena Indonesia tidak bisa bertindak sendiri.
“Kerjasama multinasional untuk membentuk ekosistem ketahanan pangan global adalah kunci hadapi krisis pangan. Indonesia terus mendorong hal ini dalam Presidensi G20, dengan tercapainya kesepakatan sustainable and resilience agriculture and food system. Indonesia terus mengawal Implementasinya dan memperkuat komitmen ini di regional melalui keketuaan ASEAN,” kata Moeldoko.
“Dengan terlaksananya kesepakatan global ini maka ketahanan pangan dan pemenuhan gizi global akan menunjukkan kemajuan yang kita butuhkan,” imbuhnya.
Baca juga:
- Moeldoko Dorong Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan untuk Pekerja Sektor Informal
- Ulang Tahun ke-76, Ini Kado Kader PDIP untuk Megawati
- Gencar Temui Warga Walau Sekadar Menyapa, Ganjar: Mumpung PPKM Sudah Dibuka
- Wisatawan Tak Wajib Isolasi, Jokowi: Yang Paling Penting Protokol Kesehatan Saat Terima Turis China
Adapun laporan 'Asia and the Pacific Regional Overview of Food Security and Nutrition 2022 – Urban Food Systems and Nutrition', biasa disingkat sebagai Regional State of Food Insecurity (“SOFI”) yang diterbitkan oleh FAO, UNICEF, WFP dan WHO, menekankan tentang ancaman kelaparan dan buruknya gizi perkotaan akibat dampak pandemi, kemiskinan dan pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol.
“Tercatat hampir 1,9 juta orang tidak bisa membeli makanan sehat bergizi di tahun 2020. Ini sangat ironis mengingat bahwa Asia dan regional Pasifik termasuk sebagai kawasan produsen terbesar bagi komoditas kunci seperti beras, ikan, susu dan banyak lainnya. Namun kita masih gagal untuk menyajikan makanan bergizi bagi seluruh masyarakat di kawasan ini. Berarti ada masalah dari sistem agrikultur yang kita miliki sekarang,” kata Sridhar Dharmapuri, selaku Senior Food Safety and Nutrition Officer FAO setelah Moeldoko menyampaikan paparan.