Derita Rhoma Irama Tolak Pinangan Golkar di Era Orba
JAKARTA - Selebritas kerap didaulat sebagai juru kampanye (Jurkam) era Orde Baru (Orba). Mereka digerakkan sebagai vote getter (pendulang suara). Kehadiran Raja Dangdut, Rhoma Irama sebagai Jurkam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), misalnya.
Pengaruhnya bagi PPP begitu signifikan. Semua mata melirik PPP. Golkar pun iri. Partai penguasa itu ingin ‘membajak’ Rhoma Irama sebagai Jurkam. Alih-alih menerima, Rhoma Irama menolak bergabung pada 1977. Karenanya, konser dan karya Rhoma Irama dicekal Orba.
Warna-warni pemilu di Indonesia tiada dua. Pesta demokrasi itu menjadi perayaan besar bagi segenap rakyat Indonesia. Partai politik berlomba-lomba untuk mendapatkan suara. Sedang rakyat mencoba menjaring sosok yang tepat mewakili kepentingannya.
Boleh jadi kepopuleran partai dan sosok yang diusung dianggap suatu daya tarik utama. Namun, keduanya tak cukup. Tiap partai butuh banyak Jurkam yang mempuni. Jurkam yang memiliki popularitas tingkat tinggi.
Upaya itu dijawab penuh pada penyelenggaraan Pemilu 1977. Tiap partai politik hampir pasti menggunakan jasa kaum selebritas sebagai Jurkam. Tugasnya adalah turun langsung ke daerah-daerah untuk menjadi representasi partai yang diusung.
Upaya itu acap kali mendatangkan hasil yang signifikan. Kehadiran Rhoma Irama sebagai Jurkam dari PPP, misalnya. Figur Rhoma Irama yang mempopulerkan musik dangdut jadi pendulang suara PPP. Karenanya, tiap kampanye PPP tak pernah sepi oleh penonton.
Masa PPP bertumpah ruah, bahkan tak jarang dihadiri pula oleh mereka yang berasal dari luar daerah. Semua itu karena pengaruh besar Sang Raja Dangdut. Saking berpengaruhnya Rhoma Irama, kala itu sampai ada anggapan jikalau Pemilu dilansungkan dengan jujur dan adil, maka PPP akan jauh melampau partai berkuasa kala itu, Golongan Karya (Golkar). Bukan berada di posisi kedua di bawah Golkar pada Pemilu 1977.
“Jakarta pada hari-hari sebelum kampanye mudah menemukan artis-artis penyanyi di rumah atau studio rekaman, belakangan ini sangat sulit. Jangan mencari artis top seperti Elvi Sukaesih atau Rhoma Irama. Artis kelas papan bawah pun banyak yang dibook Golkar ikut bersafari ke daerah-daerah.”
“Rhoma Irama dengan Soneta Group yang dengan tegas menyatakan diri bergabung di bawah panji-panji PPP, sempat terbang ke Banjarmasin dan menyemarakkan kampanye di kota yang dulu termasuk basis partai berlambang Kabah itu. Di lain pihak, penyanyi Elvi Sukaesih (teman duet Rhoma Irama) juga diboyong ke Banjarmasin untuk goyang pinggul dalam acara kampanye yang diselenggarakan Golkar,” tertulis dalam laporan Harian Sinar Harapan 3 April 1982, sebagaimana dikutip buku Pemilihan umum tahun 1982 (1983).
Rhoma Irama Dicekal
Pengaruh Rhoma Irama tak dapat dianggap remeh. Musik dangdut yang ia bawakan digilai segenap rakyat Indonesia, utamanya, rakyat jelata. Apalagi dangdut kala itu menjadi primadona. Tiap ada embel-embel nama Rhoma Irama, segenap rakyat Indonesia segera mengikuti.
Eksistensi Rhoma Irama dan PPP pun mulai mengganggu partai berkuasa, Golkar. Partai berlambang pohon beringin itu bersiasat. Mereka memiliki keinginan untuk ‘membajak’ Rhoma Irama. Sosok musisi besar itu ingin dijadikan pendulang suara penting untuk Golkar. Lebih lagi, agenda itu supaya lawan politik Golkar, PPP yang bercorak Islam tak dipilih rakyat luas.
Pria yang akrab disapa Bang Haji pun menolak pinangan Golkar pada 1977. Ia merasa mantap berada sebagai Jurkam PPP. Semua karena PPP dengannya memiliki corak yang sama yakni menyiarkan ajaran agama Islam. Apalagi di PPP Rhoma Irama sudah merasa nyaman ditandemkan sebagai Jurkam dengan ulama kondang, Zainuddin MZ.
Penolakan dari Rhoma Irama membuat Orba berang. Empunya kuasa anti dengan kata penolakan. Alhasil, banyak di antara konser Rhoma Irama dicekal oleh Orba. Rhoma Irama menderita. Izin-izinnya dipersulit. Pun lagu-lagunya segera dilarang tampil di Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) selama 11 tahun. Sekalipun kemudian pada 1997, Rhoma Irama baru merapat ke Golkar.
“Hal inilah yang kemudian membuat Rhoma Irama menciptakan lagu ‘Hak Azasi’ pada 1978, setelah setahun sebelumnya dicekal pemerintah karena menolak bergabung dengan Golkar. Pencekalan tersebut mengakibatkan izin konser Rhoma Irama bersama Soneta Group dipersulit, lagunya tidak boleh diperdengarkan di RRI dan tidak boleh tampil di TVRI --televisi satu-satunya saat itu-- selama 11 tahun.”
“Setelah satu dekade dicekal, Rhoma Irama tampil kembali di TVRI pada 1988 dalam acara Kamera Ria dan untuk pertama kalinya lagu ‘Judi’ muncul ke hadapan khalayak. Artinya, konser berkonsep tur di 10 kota di Jawa Timur menjadi titik balik penting kembalinya sang satria bergitar van Tasikmalaya ke panggung nada dan dakwah. Pencekalan satu dekade lebih rupanya tak membuat Rhoma kapok berada dalam pusaran politik,” terang Anas Shahrul Alimi dan kawan-kawan dalam buku 100 Konser Musik Indonesia (2018).
Baca juga:
- Bung Hatta Kritik Bung Karno Kerap Tangkap Lawan Politik dalam Sejarah Hari Ini, 19 Januari 1962
- Pada Masa Penjajahan Belanda, Kepala Desa dapat Dijabat Seumur Hidup
- Belanda Sebut Lagu Indonesia Raya Tak Berbahaya dalam Sejarah Hari Ini, 18 Januari 1929
- Soeratin Sosrosoegondo Mendirikan PSSI: Perjuangan Melepas Belenggu Penjajahan Lewat Sepak Bola