Soal Penolakan Perppu Cipta Kerja, Begini Tanggapan DPR
JAKARTA - Rentetan penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) masih terus bergulir hingga saat ini.
Tak hanya dari kalangan buruh, Perppu Cipta Kerja juga mendapat penolakan keras dari kalangan masyarakat sipil lainnya. Oleh karena itu, kegiatan demonstrasi sering terjadi belakangan ini.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mengatakan, tidak semua pasal dan ayat bermasalah, sehingga masyarakat diminta bersabar menunggu hasil ke depannya.
"Sebenarnya kalau mau main cabut, kan, tidak semua pasal dan ayat salah. Kami lihat dulu urgensinya apa, pasalnya mana," kata Lasarus kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 17 Januari.
Menurut dia, masyarakat tidak bisa menyebut seluruh kewenangan dalam Perppu Cipta Kerja salah sepenuhnya, sehingga diperlukan pertimbangan matang guna menjadikannya sebagai Undang-Undang.
"Yang mau dicabut, (Pasal dan ayatnya), kan, harus terukur, jadi enggak serta merta undang undangnya dicabut. 'Yang mau dicabut mana'? Jadi, kalau saya melihatnya lebih objektif, lah, ya. Kan, semua pasal itu enggak bermasalah," ujar Lasarus.
Lasarus menilai, ada sejumlah pasal bagus yang mengacu pada undang undang sebelumnya, bahkan merupakan perbaikan dari regulasi yang sudah ada.
"Masa mesti dibuang. Negara hukum kan lebih terukur," tuturnya.
Baca juga:
- Perppu Cipta Kerja untuk Kejar Target Investasi Rp1,4 Triliun, Ekonomi Indef: Terlalu Tinggi
- Perppu Cipta Kerja Dinilai Lebih Banyak Untungkan Pengusaha
- Anggota Komisi IX Nilai Perppu Cipta Kerja Perlu Dikaji dari Berbagai Sudut Pandang
- Meski Tak Diatur di Perppu Cipta Kerja, Hak Cuti Haid dan Melahirkan Tetap Berlaku Sesuai UU 13/2013
Menurutnya, apabila nantinya Perppu Cipta Kerja telah disetujui oleh DPR, dan nyatanya ada masyarakat yang masih belum menerima, pihaknya mempersilakan untuk melakukan gugatan.
"Kalau memang ada pasal yang tidak cocok, kan, bisa di-judicial review. Kan, boleh digugat itu melalui mekanisme yang ada, bahwa ada suara mendesak itu minta dicabut, kami terima, lah, yang tidak cocok, hak masyarakat, kok," tandasnya.