Pengadilan Korsel Perintahkan Bursa Kripto Ganti Kerugian Investor Akibat Layanan Terhenti, Di Indonesia Kapan Begini?
JAKARTA – Investor dan trader Korea Selatan, terutama pengguna Bithumb, dapat bernapas lega. Pasalnya Pengadilan Tertinggi Korea Selatan memerintahkan bursa kripto untuk membayar ganti rugi yang diderita akibat pemadaman layanan platform jual beli kripto Bithumb.
Berdasarkan laporan media lokal, Yonhap News, Mahkamah Agung Korea Selatan telah mengeluarkan putusan akhir dalam kasus yang melibatkan pemadaman layanan di bursa kripto terbesar di Korea Selatan, Bithumb.
Pengadilan telah memerintahkan Bithumb untuk membayar ganti rugi sebesar 251,4 juta won (203.120 dolar AS) kepada 132 investor yang mengajukan gugatan terhadap operator pertukaran kripto setelah pemadaman layanan, kata para pejabat, Jumat, 13 Januari 2023.
Pada tahun 2017, pengguna Bithumb mengalami kerugian finansial akibat pemadaman layanan perdagangan kripto Bithumb. Saat itu harga Bitcoin Cash (BCH) dan Ethereum Classic (ETC) turun tajam pada 12 November 2017.
Baca juga:
- Pihak Binance Akan Hadir di Pengadilan Menyusul Gugatan Class Action dari Investor Italia
- 4.400 Investor Ritel Bakal Berburu Do Kwon, Pendiri Terra (LUNA) dan Penjahat Keuangan, Ada yang Mau Gabung?
- Binance France Digugat 15 Investor di Prancis karena Iklankan Kripto Sebelum Dapat Izin Operasi
- Gemini Hadapi Gugatan Hukum Karena Diduga Menjual Sekuritas yang Tidak Terdaftar
Kemudian, para investor dan trader di platform tersebut mengajukan gugatan ke pengadilan akibat tindakan Bithumb. Menurut gugatan tersebut, selama gangguan layanan, jumlah rata-rata pesanan per jam berlipat ganda, menyebabkan arus transaksi melambat secara signifikan.
Melansir Bitcoin.com News, pada awalnya pengadilan distrik memutuskan mendukung Bithumb untuk melawan para investor. Namun, keputusan tersebut kemudian dibatalkan oleh pengadilan banding, yang memerintahkan Bithumb untuk membayar ganti rugi mulai dari 8.000 won hingga 8 juta won untuk masing-masing dari 132 investor. Mahkamah Agung menguatkan putusan ini pada hari Kamis.
“Beban atau biaya kegagalan teknologi harus dipikul oleh operator layanan, bukan pengguna layanan yang membayar komisi untuk layanan tersebut,” menurut putusan putusan pengadilan Korea Selatan.