Dirut Perusahaan Pengekspor Benih Lobster Dicecar KPK Soal Setoran untuk Edhy Prabowo

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan suap terkait ekspor benur atau benih lobster. Salah satunya dengan memanggil Direktur Utama PT Samudra Bahari Sukses, Willy yang diperiksa untuk tersangka Suhardjito.

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik KPK mencecar Willy yang diduga memberi uang setoran terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

"Willy, Direktur Utama PT Samudra Bahari Sukses dikonfirmasi terkait dengan proses dan pelaksanaan ekspor benih belur lobster  yang dikerjakan oleh perusahaan saksi dan dugaan pemberian sejumlah uang dalam bentuk setoran kepada tersangka EP melalui biaya kargo sebesar Rp1.800 per ekor benih lobster," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 28 Desember.

Selain Willy, KPK sebenarnya juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua pengusaha lainnya yang diduga mengetahui perihal dugaan suap ini. Mereka adalah Direktur PT Grahafoods Indo Pasifik Chandra Astan dan Direktur PT Maradeka Karya Semesta Untyas Anggraeni.

Hanya saja, keduanya tidak hadir dan akan dilakukan penjadwalan ulang. Namun, Ali tidak memaparkan lebih lanjut kapan penjadwalan ulang tersebut akan dilakukan.

Selain memanggil tiga pengusaha tersebut, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap Edhy Prabowo. Dalam pemeriksaan ini, Edhy dicecar terkait dugaan penerimaan suap dan aliran sejumlah uang yang dikelola oleh Amiril Mukminin yang juga ditetapkan sebagai tersangka.

Diberitakan sebelumnya, selain Edhy, enam orang yang juga telah ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus ini. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).

Kemudian, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).

Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.