Sistem Proporsional Terbuka Dinilai Berdimensi Masa Depan karena Perkembangan Media Sosial
JAKARTA - Pengamat politik sekaligus direktur eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti, menilai argumen untuk kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup tidak berkembang dan cenderung terjebak ke masa lalu. Berbeda dengan argumen pendukung proporsional terbuka yang cenderung berkembang dan berdimensi masa depan.
"Saya kira mempertahankan argumennya (proporsional terbuka) itu jauh lebih banyak, bisa tiga kali lipat dari kembali ke proporsional tertutup," ujar Ray, Sabtu, 14 Januari.
Menurutnya, ada tiga garis besar argumen yang mendukung sistem proporsional tertutup, yakni peserta pemilu adalah parpol, konsolidasi parpol, dan pemilu berbiaya rendah. Sementara itu, argumen pendukung proporsional terbuka justru terus berkembang.
"Kalau itu berdimensi masa lalu, sudah kita alami. Justru terbuka itu adalah titik balik dari yang lalu," katanya.
Ray mengungkapkan, argumen penguat sistem proporsional terbuka yang berhubungan dengan masa depan adalah keberadaan dan perkembangan media sosial.
"Kita ini hidup di era teknologi, di mana era media sosial menjadi perangkat yang paling utama dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan di media sosial itu politik juga diatur, sudah banyak keputusan-keputusan politik itu berdasarkan media sosial," ungkapnya.
Hal itu, tambah Ray, menandakan bahwa dominasi media sosial begitu besar dan mampu menentukan wajah politik. "Artinya dominasi atau peran media sosial di masa mendatang untuk menentukan wajah-wajah politik jauh lebih kuat dibandingkan dengan peran partai politik," tambahnya.
Baca juga:
- Pengamat Anggap Pidato Megawati tidak Kerdilkan Posisi Presiden Jokowi
- Turki Tidak akan Mendukung Pencalonan Keanggotaan NATO Swedia sampai Mengambil Tindakan Terhadap PKK
- Kementerian PPPA Sorot Pola Asuh dalam Kasus Penculikan Anak di Gunung Sahari Jakarta dan Makasssar
- Tak Sekadar Membatik Kenang Haul Gus Dur, Kegiatan Pelajar Berbeda Etnis-Agama di Jombang untuk Memupuk Toleransi
Oleh sebab itu, Ray menilai tidak relevan lagi ketika ada pihak yang mendorong penguatan partai politik di masa depan.
"Di tengah era seperti itu kita masih berpikir penguatan partai, tidak masuk akal. Itu di era 1960an, 1970an, relevan karena kita belum menemukan media sosial, di mana orang dalam menyalurkan aspirasi, mengadvokasi kebijakan itu tidak lain kecuali melalui partai," pungkasnya.
Diketahui, sebanyak 8 parpol telah komitmennya mendukung sistem pemilu proporsional terbuka, kecuali PDIP yang mendukung proporsional tertutup.
Partai Golkar sebagai inisiator pertemuan 8 elite menyatakan, penolakan wacana sistem pemilu proporsional tertutup adalah demi kepentingan seluruh partai peserta pemilu dan menjaga kedaulatan rakyat.
"Ini ada kepentingan bersama terkait dengan kedaulatan rakyat dan ini bukan hanya dirasakan Partai Golkar, tapi oleh seluruh partai peserta pemilu," tegas Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Minggu, 8 Januari.